BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di perairan air tawar terdapat organisme yang berdasarkan cara hidupnya
dibedakan atas plankton, neuston, nekton dan bentos. Tumbuh-tumbuhan yang mudah
terlihat oleh mata disebut makrofita. Keberadaan makrofita diperairan dapat digunakan sebagai naungan dan
tempat makan untuk berbagai jenis hewan, memberi ruang hidup pada mikroorganisme dan menjaga
keseimbangan proses dekomposisi bahan organic dalam menyerap karbondioksida dan
melepas oksigen. Fitoplankton diperaiaran air tawar didominasi oleh alga hijau.
Fitoplankton dikonsumsi oleh zooplankton dan ikan.
Setiap subtract dasar sungai memiliki komponen biotic yang khas. Jenis
hewan yang menempati subtract batuan berbeda dengan jenis hewan yang menempati
subtract lumpur. Subtract lumpur banyak ditumbuhi makrovita berakar dan dihuni
invertebrate. Banyak jenis-jenis invertebrate ini tidak memakan makrovita
berakar, tetapi hanya sebagai tempat berlindung. Makanan invertebrate justru
tumbuhan seperti alga epifit yang hidup di antara makrovita berakar. Oleh
karena lingkungan perairan air tawar sering berubah karena perubahan lingkungan
maka perlu dikaji lebih lanjut mengenai perubahan pada dinamika biota perairan
termasuk pada fitoplankton,
makrofita dan
perifiton.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan fitoplankton?
2. Bagaimanakah
jenis dan keanekaragaman fitoplankton?
3. Bagaimanakah jenis dan peran makrofita pada
lingkungan?
4. Apa sajakah factor yang mempengaruhi keberadaan
perifiton?
5.
Bagaimanakah
cara meneliti perifiton?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui saja factor-faktor yang mempengaruhi kepadatan
fitoplankton
2.
Untuk mengetahui bagaimanakah jenis dan keanekaragaman fitoplankton.
3.
Untuk mengetahui jenis
dan peran makrofita pada lingkungan
4.
Untuk
mengetahui yang mempengaruhi keberadaan perifiton
5.
Untuk
mengetahui cara meneliti perifiton.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Fitoplankton
Fitoplankton merupakan sekelompok
organisme yang memegang peranan sangat penting dalam ekosistem air, karena hidup
fitoplankton terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang
dibutuhkan dan mempunyai kandungan klorofil yang mampu melakukan proses fotosintesis.
Proses fotosintesis pada ekosistem air yang dilakukan oleh fitoplankton sebagai
produsen merupakan sumber energi utama bagi kelompok organisme air lainnya yang
berperan sebagai konsumen, dimulai dengan zooplankton dan di ikuti oleh organisme
air lainnya seperti ikan melalui rantai dan jaring-jaring makanan. Setidaknya
sekitar 90% proses fotosintesis diperairan dilakukan oleh fitoplankton,
sedangkan 10% sisanya berasal dari hasil fotosintesis yang dilakukan oleh
mikrofita.
Fitoplankton selain disusun oleh
sekelompok bakteri terutama juga tersusun dari kelompok ganggang (alga)
mikroskopik. Ganggang ini ada yang uniseluler, koloni atau membentuk filamen.
Didalam perairan tawar fitoplankton ini hidup bersama dengan zooplankton dan
organisme lainnya. Alga yang hidup di air terbuka seperti didanau dan sungai
yang arusnya tidak terlalu kuat meliputi hampir seluruh sekelompok takson alga.Populasi
ganggang yang berada di perairan danau oligotropik (danau yang memiliki
kandungan nutrisi yang rendah) kurang berlimpah dibandingkan dengan danau
eutropik (danau yang kaya nutrisi). Pembusukan bahan-bahan organik di dalam
danau oligotropik tidak terlalu tinggi sehingga tidak menghabiskan persediaan
oksigen. Oleh karena itu, oksigen tidak menjadi nutrien yang membatasi
pertumbuhan fitoplankton.
Ekosistem danau ini mempunyai dua
lapisan perairan yaitu lapisan perairan yang lebih hangat dan lapisan perairan
yang dingin. Lapisan perairan yang lebih hangat berada di lapisan atas
(epilimnion) sebaliknya lapisan perairan yang lebih dingin terdapat di dalam
metalimnion dan hipoliranion. Lapisan epilimnion merupakan lapisan yang kaya
akan oksigen sedangkan lapisan hipolimnion merupakan lapisan yang miskin
oksigen. Perbedaan kandungan oksigen pada kedua lapisan tersebut berkaitan
dengan jumlah cahaya yang menjadi energi utama dalam proses fotosintesis.
Kelimpahan fitoplankton di daerah epilimnion lebih tinggi daripada di daerah
hipolimnion.
B.
Faktor
faktor yang Mempengaruhi Kepadatan Fitoplankton
Fitoplanton
tumbuh padat didalam danau eutrophik karena daerah eutrophik banyak memberikan nutrisi yang penting bagi
fitoplankton, terutama unsure P dan N. namun, meskipun populasi fitoplanton tinggi kadar oksigen terlarut
tetap rendah, karena cahaya
tidak dapat menembus perairan. Unsure P dan N adalah unsure yang bermanfaat
bagi pertumbuhan fitoplanton.
Fosfat
merupakan unsur penting
yang terdapat di dalam danau air tawar. Fosfat merupakan nutrient utama bagi
fitoplanton. Di dalam sebuah danau eutrofik, dimana populasi ganggang
berlimpah-limpah, ketika fosfor juga tersedia berlimpah di dalam suatu danau,
nitrogen menjadi terbatas. Pada danau yang seperti ini, ganggang hijau biru
jenis tertentu dapat mempunyai keuntungan dalam berkompetisi dengan ganggang
lain dan sering kali kelimpahannya mendominasi. Di danau Eutrofik tingkat
kematian fitoplanton sangat tinggi akibatnya materi organic busuk dari
fitoplanton menumpuk di daerah hipolimnion, hal ini menyebabkan habisnya
oksigen di daerah hipolimnion
(Hadi,2010)
Faktor berikutnya yang
berpengaruh terhadap kepadatan fitoplanton adalah kecepatan arus air. Dimana
kepadatan fitoplanton akan berkurang drastis pada kecepatan arus yang lebih
besar dari 1 m/detik. Jadi kelimpahan
fitoplanton di ekosistem lentik lebih tinggi dibanding pada ekosistem lotik
terutama adalah perifiton. Perifiton merupakan organisme tumbuhan yang hidupnya
melekat pada subtract yang ada diperairan misalnya pada batang, kayu, batu,
cangkang invertebrata,dsb
Selain
kecepatan arus air yang berpengaruh antara lain kekeruhan air juga sangat
mempengaruhi keberadaan fitoplanton. Singh (1983) mencatat bahwa kepadatan
fitoplanton di sungai Gangga (India) pada tingkat kekeruhan 45-55 ppm mencapai
2500 individu/L dan pada saat musim penghujan tingkat kekeruhan meningkat
menjadi 600-900 ppm yang menyebabkan kepadatan fitoplanton menurun sangat
drastic hanya 100 individu/L (Temala,2002)
Selain faktor
diatas menurut Goldman dan Hone (1983) pertumbuhan fitoplanton dipengaruhi oleh
faktor abiotik yaitu intensitas
cahaya, suhu, pH, oksigen terlarut, materi organic terlarut dan unsure hara
yang terlarut seperti senyawa nitrogeb dan fosfat. Cahaya mempengaruhi
fitoplanton karena cahaya diperlukan dalam fotosintesis fitoplanton. Zat hara
diperlukan fitoplanton untuk pertumbuhannya. Suhu mempenagruhi fitoplanton
karena suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi fitoplanton. (Hadi,2010)
C.
Jenis
dan Keanekaragaman Fitoplankton
Fitoplankton
terdiri dari berbagai jenis ganggang, yaitu Cyanophyta (ganggang hijau biru),
Cryptophyceae (kriptofita), Dinophyceae (dinoflagelata), Chlorophyta (ganggang
hijau), Euglenophyta (kelompok euglena), Bacillariophyceae (diatom), Chrysophyceae
dan Haptophyceae (ganggang kuning keemasan). Fitoplankton mencukupi kebutuhan
energi dan karbon melalui fotosintesis. Nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah
sedikit pada umumnya adalah vitamin, seperti cyanocobalamin, thiamine, dan
biotin. Fitoplankton memerlukan sekitar 20 unsur-unsur untuk pertumbuhan,
tetapi hanya karbon, nitrogen dan fosfor yang benar-benar diperlukan sehingga
ketidakhadiran unsur
tersebut dapat mengatasi laju pertumbuhan fitoplankton. Semua unsur-unsur
tersebut terdapat di dalam air pada konsentrasi lebih rendah dibanding yang
diperlukan oleh sel, oleh sebab itu fitoplankton memiliki mekanisme yang
berkaitan dengan enzim untuk memasukkan unsur tersebut ke dalam sel.
1. Cyanophyta
(ganggang hijau biru)
Cyanophyta merupakan bakteri dengan
struktur sel prokariotik sederhana. Cyanobacteria berbeda dengan bakteri
lainnya karena adanya klorofil a, pigmen fotosintetik yang dimiliki oleh alga
dan tumbuhan tinggi. Cyanobacteria juga mampu menggunakan air sebagai donor
elektron didalam fotosintesis. Jadi Cyanobacteria mampu melakukan fotosintesis
seperti pada tumbuhan tinggi. Bentuk Cyanobacteria ada yang bersifat
unicellular, filamen dan koloni. Kebanyakan dari Cyanobacteria yang planktonic
terdiri dari coccoid yaitu famili Chroococcaceae (Microcystis, Coelosphareium dan Coccochloris).
Jenis yang filamen (Planktothrix,
Limnothrix dan Tychonema),
Nostocaceae (Anabena, Aphanizomenon,dan
Nodularia) dan Rivulariaceae (Gletrichia).
Cyanobacteria memiliki sel
terdiferensiasi yang disebut heterocysts. Heterocysts bisa terdapat pada alga
bentuk filamen tetapi jarang pada Oscilatoria.
Heterocysts memiliki peran utama dalam proses fiksasi nitrogen. Heterocysts
merupakan penyerap cahaya yang utama pada Cyanobacteria. Heterocysts tidak
memiliki fotosistem tetapi memiliki kemampuan reduksi yang tinggi. Lapisan lilin di dalam Heterocysts mampu
membatasi laju difusi oksigen dari luar, tetapi nitrogen dapat melaluinya untuk
mendukung terjadi proses fiksasi. Lingkungan dalam Heterocysts memungkinkan
untuk terjadinya proses fiksasi nitrogen. Tetapi enzim nitrogenase tidak aktif
dengan adanya oksigen. Karbon organik dari sel disebelahnya ditransfer ke dalam
Heterocysts dan digunakan sebagai suatu sumber energi di dalam proses fiksasi
nitrogen.
2. Chlorophyta
(ganggang hijau)
Chlorophyta merupakan kelompok alga yang
berukuran besar dan memiliki bentuk bervariasi. Kelompok alga hijau adalah
Volvocales dan Chlorococcales. Reproduksi secara aseksual dilakukan melalui
pembelahan sel tetapi tidak untuk kelompok Chlorococcales dan Siphonales.
Pembagian sel didalam koloni mengakibatkan pelebaran koloni. Koloni tersebut
dapat terpecah-pecah dan terbentuklah koloni baru dibentuk dari fragmentasi
koloni induk. Reproduksi seksual didalam alga hijau beragam. Cara yang
sederhana adalah melalui peleburan dua sel gamet melalui apa yang disebut
isogami dan anisogami. Gamet jantan dan betina berflagel, memiliki struktur dan
ukuran serupa atau ada yang gamet betinanya sedikit lebih besar dari jantan.
Isogami merupakan peleburan gamet jantan dan betina yang ukurannya sama,
anisogami merupakan peleburan gamet jantan dan betina yang ukurannya berbeda
3. Alga
Kuning-Hijau (Xanthophyceae)
Anggota
Xanthophyceae berbentuk unicellular, koloni dan filamen. Xanthophyceae
bercirikan adanya klorofil (pigmen hijau) dan xantofil (pigmen kuning) karena
itu warnanya hijau kekuning-kuningan. Semua sel yang motil mempunyai dua
flagela, salah satu dari lembut dan lebih panjang dibanding yang lainnya.
Xanthophyceae ada yang selnya tidak memiliki dinding, tetapi yang selnya
berdinding mengandung pektin dalam jumlah yang besar. reproduksi aseksual pada
umumnya melalui pembelahan dan pembentukan zoospora. Kebanyakan alaga
Xanthophyceae melekat pada substrat dan epifit pada makrofita. Sebagian besar
anggotanya bersifat planktonik dan meliputi genus-genus umum seperti
Chlorobotrys, Gleobotrys dan Gleochloris.
4. Alga
Coklat-keemasan
Kromofora
Chrysophyceae menghasilkan susunan warna coklat keemasan karena adanya
β-karotene dan xanthophyl khusus yaitu karotenoids dan juga mengandung
khlorofil a. Kebanyakan dari alga Chrysophycean adalah unicellular contohnya Ochromonas, dan beberapa ada yang berupa
koloni contohnya Synura, dan jarang
yang berbentuk filamen. Banyak jenis yang tidak mempunyai dinding sel dan
dilemgkapi oleh membran sitoplasmik, sedangkan beberapa permukaan sel ditutup
oleh plat mengandung zat kapur atau mengandung silika. Reproduksi secara
vegetatif dengan pembelahan sel secara membujur. Jenis yang unicellular dengan
flagel tunggal meliputi Chromulina,
Chrysococcus dan Mallomonas. Chrysophyceae yang berbentuk koloni yang besar
misalnya Synura, Chrysophaerella,
Uroglena, dan Dinobryon. Beberapa
jenis alga Chrysophyceae dapat melakukan fotosintesis dengan phagotrophy. Alga
yang phagotrophy mendapat nutrisi dan energi dengan mencerna bakteri.
5. Diatoms
(Bacillariophyceae)
Diatom banyak ditemukan di dalam air.
Karakteristik bacillariophyceae adalah memiliki dinding sel dan bentuknya dapat
berupa koloni dan unicellular. Kelompok ini dibagi menjadi dua yaitu diatom
simetri (central) yang mempunyai simetri radial dan diatom pinatus atau
bertagkai (pennales) yang memiliki simetri bilateral. Dinding sel atau frustul
diatom terdiri atas dua katup yang cocok satu dengan lainnya. Empat kelompok
utama pada diatom bertangkai meliputi, a) Araphidineae (Pseudoraphe, Asterionella, Diatoma, Fragileria); b) Raphidioidineae
(Actinelia, Eunotia); c)
Monoraphidineae (Achnanthes, Cocconeis);
dan d) Biraphidineae (Amphora, Cymbella, Gomphonema, Navicula).
Dinding sel tersusun atas dua belahan yaitu kotak (hipoteca) dan tutup
(epiteca). Reproduksi secara vegetatif dengan sel adalah dengan cara membelah
diri. Reproduksi seksual terjadi hanya ketika sel merespon kondisi-kondisi
lingkungan, misalnya cahaya, temperatur, nutrien, faktor pertumbuhan dan
lain-lain.
6. Cryptophyceae
(kriptofita)
Kebanyakan dari alga crytophyceae adalah
unicellular dan motil. Anggota plankton Cryptomonadineae misalnya Cryptomonas, Rhodomonas dan Chroomonas. Crytophyceae melakukan
reproduksi melalui pembelahan sel secara membujur. Ganggang crytophyceae hampir
ada pada semua danau, dengan mengabaikan status yang trophiknya. Kerakteristik
crytophyceae meliputi, dan mampu bereproduksi pada cahaya yang berintesitas
rendah.
7. Dinophyceae
(dinoflagellata)
Dinoflagellata merupakan alga satu sel
berflagel sehingga banyak yang motile. Mayoritas tidak mempunyai diding sel (Gymnodinium). Permukaan sel mempunyai
garis melintang dan kerut membujur yang saling berhubungan dan berisi flagel.
Dinoflagellata bereproduksi secara seksual, tetapi yang dominan adalah
reproduksi aseksual melalui pembentukan aplanospora.
8. Euglenophyta
(kelompok euglena)
Ganggang euglenoid (Euglenophyceae)
ukurannya relatif lebih besar dan merupakan fitoplankton yang sesungguhnya.
Hampir semua euglenoids adalah unicellular, tidak mempunyai suatu dinding sel
dan mempunyai flagella yang berasal dari invaginasi membran sel. Reproduksi
terjadi dengan pembelahan sel secara longitudinal. Euglenoid mendapatkan
nutrisi melalui fotosintesis, tetapi sebagian ada yang bersifat fagotrofik.
Amoniak dan campuran nitrogen organik adalah sumber nitrogen yang penting bagi
kebanyakan ganggang euglenoid.
9. Alga
Coklat dan Merah
Alga coklat (Phaoephyta) kebanyakan
berbentuk filamen atau ganggang bertalus. Sebagian besar hidup di air laut,
yang hidup di air tawar hidupnya melekat pada substrat. Ganggang merah
(Rhodophyta) juga sangat jarang yang tersebar pada perairan tawar. Jenis yang
bertalus (Batrachospermum) hidup
terbatas pada air yang berarus dan teroksigenasi dengan baik.
D.
Pengertian
Makrofita
Tumbuhan
air atau makrofita yang hidup pada suatu lingkungan perairan dapat dikatakan
sebagai salah satu faktor ekologis di suatu perairan, karena tumbuhan air
merupakan sumber utama makanan primer bagi kehidupan organisme air misalnya
ikan. Apabila keberadaannya cukup padat di lingkungan perairan, maka tumbuhan
air tidak hanya sebagai faktor ekologi, melainkan dapat sebagai faktor pembatas
karena dapat mengakibatkan kekurangan oksigen di perairan tersebut. Makrofita
mempunyai peran penting dalam meningkatkan kualitas oksigen terlarut di
lingkungan perairan karena pada tumbuhan air mempunyai klorofil, dan juga
sebagai sumber pakan bagi ikan gurami ataupun nila, selain itu juga sebagai
runtuhan (sisa-sisa) yang essensial untuk organisme saprofit.
Sibontang
(1988), menyatakan bahwa dari kelompok makrofita, nutrien diasimilasikan dari
endapan oleh makrofita yang memiliki daun mengembang, berakar dan mengapung
dari makrofita terapung bebas. Pada makrofita berakar terbenam akan memperoleh
nutriennya terutama pada batas air dengan endapan, dimana konsentrasi jauh
lebih besar dari pada dalam air. Tersedianya cahaya merupakan faktor utama yang
mengatur pertumbuhan dan interaksi kompetitif pada makrofita aquatik.
Pertumbuhan makrofita biasanya lebih tinggil pada endapan yang kaya bahan
organik dari pada endapan pasir.
E.
Jenis
Makrofita
Makrovita
bersifat makroskopik, berbeda dengan tumbuhan lain, ganggang misalnya, yang
biasanya mikroskopik. Kebanyakan makrofita membutuhkan akar dan oleh karena itu
berkembang didalam air yang relative dangkal. Makrofita di danau tumbuh secara
normal dan muncul dari air. Makrofita yang tumbuh tinggi misalnya Phragnites. Makrofita yang daunnya
mengapung datar di permukaan air adalah bunga teratai (Nymphaea) dan rumput-rumputan liar (misalnya Patamogeton). Sebagian tumbuhan ada yang berada pada dasr air
seperti Myriophyllum dan Ceratophyllum. Diantara tumbuhan yang
megapung pada permukaan, tumbuhan yang paling kecil menempati tempat ini adalah
Lemma, dan yang paling besar meliputi
eceng gondok (Eichornia) dan sejenis
paky (Salvinia)
Pada
tumbuhan air, daun- daun dan batang makrofita berisi rongga udara yang besar
yang berisi tumbuhan tersebut apabila kekurangan oksigen. Keseluruhan tumbuhan
yang ada pada permukaan air tidak bisa memperoleh oksigen dari udara bebas dan
harus mengambil udara dan air. Mereka mempnyai daun-daun sangat tiptis dan
sebagian besar oksigen hasil fotosintesis tidak semua dikeluarkan, hal itu
bertujuab untuk mengurangi kekurangan pada akar. Beberapa jenis tumbuhan air yang
tergolong makrofita diantaranya:
1.
Tumbuhan teratai
Teratai
merupakan nama umum untuk genus Nymphaea yang merupakan tumbuhan air.
Tanaman teratai memiliki ciri khas dengan daun yang mengambang di permukaan air
yang tenang. Tanaman teratai pun menghasilkan bunga mempesona yang memiliki
warna beraneka ragam. Di beberapa daerah di Indonesia teratai dikenal dengan
beberapa nama yang hampir mirip seperti teratai, dan terate. Dalam bahasa
Inggris, bunga dari genus Nymphaea ini dikenal sebagai water-lily
atau waterlily.
Klasifikasi Ilmiah
bunga teratai:
Kingdom : Plantae
Subkingdom :Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super
Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan
biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua /
dikotil)
Sub
Kelas : Magnoliidae
Ordo : Nymphaeales
Famili : Nymphaeaceae
Genus : Nymphaea
Tanaman teratai tumbuh di permukaan air yang
tenang. Tanaman teratai juga memiliki
daun yang tumbuh mengambang di permukaan air. Bunga teratai terdapat di permukaan air, bunga dan daun
teratai keluar dari tangkai yang berasal dari rizoma yang berada di dalam
lumpur pada dasar kolam, sungai atau rawa.
2.
Tumbuhan krangkong (Ludwigia
adscendens)
Merupakan tumbuhan air yang
tumbuh secara liar di tepi-tepi sungai, sawah atau ditempat-tempat yang berair,
pada ketinggian 10 m sampai 1600 m di atas permukaan laut. Berbunga pada bulan
Mei-Agustus dan pengurnpulan bahan dapat dilakukan sepanjang tahun.
Klasifikasi
Kingdom :
Plantae
Divisi :Spermatophyta
Sub Divisi :Angiospermae
Kelas :Dicotyledoneae
Sub Kelas :Dialypetalae
Bangsa :Myrtales
Suku :Onagraccae
Marga :Ludwigia
Spesies : Ludwigia
adscendens (L.)
3. Tumbuhan
kangkung
Kangkung
(Ipomoea aquatica) merupakan sejenis tumbuhan yang termasuk jenis
sayur-sayuran dan di tanam sebagai makanan. Kangkung banyak dijual di
pasar-pasar. Kangkung banyak terdapat di kawasan Asia dan merupakan tumbuhan
yang dapat dijumpai hampir di mana-mana terutama di kawasan berair. Kangkung termasuk suku
Convolvulaceae atau keluarga kangkung-kangkungan. Merupakan tanaman yang tumbuh
cepat dan memberikan hasil dalam waktu 4-6 minggu sejak dari benih. Terna
semusim dengan panjang 30-50 cm ini merambat pada lumpur dan tempat-tempat yang
basah seperti tepi kali, rawa-rawa, atau terapung di atas air. Biasa ditemukan
di dataran rendah hingga 1.000 m di atas permukaan laut. Tanaman bernama Latin Ipomoea reptans ini terdiri dan dua
varietas, yakni kangkung darat yang disebut kangkung cina dan kangkung air yang
tumbuh secara alami di sawah, rawa, atau parit.
Bagian tanaman kangkung yang paling penting adalah batang muda dan
pucuknya sebagai bahan sayur-mayur. Menurut Dr. Setiawan, kangkung mempunyai
rasa manis, tawar, sejuk. Sifat tanaman ini masuk ke dalam meridian usus dan
lambung. Efek farmakologis tanaman ini sebagai antiracun (antitoksik),
antiradang, peluruh kencing (diuretik),menghentikan perdarahan (hemostatik),
sedatif (obat tidur). Selain vitamin A, B1, dan C, kangkung juga mengandung
protein, kalsium, fosfor, besi, karoten, hentriakontan, sitosterol.
Secara anatomi tanaman kangkung memiliki akar serabut yang tumbuh
disetiap ruas batang, sehingga memiliki daya hisap yang tinggi terhadap
logam-logam yang ada di sungai. Stuktur batang yang berongga berguna untuk
mempercepat proses kapilaritas dari batang. Akibatnya kemampuan untuk
mengangkut air limbah bisa terjadi dengan cepat. Struktur daun yang terdiri
dari 3-5 lima helai dengan struktur daun yang tipis menyebabkan tumbuhan mudah
kehilangan air karena air yang ada di dalam menguap. Hilangnya air yang menguap
akan menyebabkan tekanan pada daun menjadi rendah sehingga menarik air yang ada
di pembuluh. Isapan daun ini akan membuat air yang terdapat di akar naik ke
atas. Dengan stuktur anatomi, morfologi dan fisiologi kangkung yang seperti ini
sehingga tanaman ini dapat menyerap berbagai jenis polutan yang ada di sungai.
(Anonim,Tanpa tahun)
4. Tumbuhan Eceng Gondok
(Eichhornia
crassipes)
Eceng
gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solm.) merupakan tanaman gulma di
wilayah perairan yang hidup terapung pada air yang dalam atau mengembangkan
perakaran di dalam lumpur pada air yang dangkal. Eceng gondok berkembangbiak
dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakan
dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari. Hasil
penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Sumatera Utara di Danau Toba
(2003) melaporkan bahwa satu batang eceng gondok dalam waktu 52 hari mampu
berkembang seluas 1 m2, atau dalam waktu 1 tahun mampu menutup area seluas 7
m2. Heyne (1987) menyatakan bahwa dalam waktu 6 bulan pertumbuhan eceng gondok
pada areal 1 ha dapat mencapai bobot basah sebesar 125 ton.
Perkembangbiakannya
yang demikian cepat menyebabkan tanaman eceng gondok telah berubah menjadi
tanaman gulma di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Di kawasan perairan
danau, eceng gondok tumbuh pada bibir-bibir pantai sampai sejauh 5-20 m.
Perkembangbiakan ini juga dipicu oleh peningkatan kesuburan di wilayah perairan
danau (eutrofikasi), sebagai akibat dari erosi dan sedimentasi lahan, berbagai
aktivitas masyarakat (mandi, cuci, kakus/MCK), budidaya perikanan (keramba
jaring apung), limbah transportasi air, dan limbah pertanian.(Pasaribu,Tanpa
Tahun)
F.
Peran
Makrofita
Makrofita
di perairan selain berdampak negatif juga mempunyai fungsi positif bagi
perikanan. Hasil penelitian Petr (2000), Pokorny & Kvet (2004), Pipalova
(2006), dan Krismono et al., (2007) menyatakan bahwa makrofita merupakan
komponen yang penting dalam ekosistem sebagai habitat pemijahan ikan, asuhan
ikan, menempelnya pakan alami dan penyerap konsentrasi nutrien serta logam
berat. Secara umum pengaruh makrofita pada ekosistem danau merupakan bagian
dari rantai stabilitas perairan.
Eceng
gondok dapat berfungsi sebagai pembersih limbah rumah tangga. Eceng gondok juga
dapat membersihkan waduk dan danau dari polutan pestisida dan logam berat. Hal
ini telah dibuktikan secara histologis oleh Warrier & Seroja (2008). Eceng
gondok dapat tumbuh cepat 3% hari-1
khususnya di saluran-saluran air Sungai Musi Sumatera selatan. Eceng gondok
berkembang biak dalam satu minggu dapat tumbuh dua kali lipat.
G.
Faktor
yang Berpengaruh terhadap Keberadaan Perifiton
Produktivitas dan
biomassa perifiton dikontrol oleh energi dan input atau masukan nutrien. Faktor
dasar yang mengontrol produktivitas fitoplankton dan perifiton adalah suhu,
cahaya, ketersediaan makro-mikronutrien dan substrat. Pada daerah yang dalam
biasanya cahaya menjadi faktor pembatas pertumbuhan perifiton.
1. Substrat
Keberadaan
perifiton tidak terlepas dari adanya substrat tempat hidupnya. Perkembangan
perifiton menuju kemantapan komunitasnya sangat ditentukan oleh kemantapan
substrat. Berdasarkan substrat yang didiami, perifiton dapat dibedakan atas:
§ epipelik,
mikroorganisme yang menempel pada permukaan sedimen;
§ epilitik,
mikroorganisme yang menempel pada permukaan batuan;
§ epifitik,
mikroorganisme yang menempel pada permukaan tumbuhan;
§ epizoik,
mikroorganisme yang menempel pada permukaan hewan;
§ episamik,
mikroorganisme yang hidup dan bergerak diantara butiran-butiran pasir;
§ epidendrik,
mikroorganisme yang menempel pada permukaan batang kayu.
Substrat buatan
merupakan benda yang secara sengaja dibuat untuk dijadikan media tumbuh suatu
organisme, misalnya perifiton. Disebutkan keuntungan dari penggunaan substrat
buatan dalam penelitian komunitas perifiton antara lain adalah mudah
standarisasinya, karena substrat dari masing-masing organisme dapat disamakan
di tiap-tiap stasiun pada waktu yang sama sehingga organisme disetiap lokasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk melekat dan tumbuh. Selain itu ketepatan
laju pertumbuhan dan laju akumulasinya dapat ditentukan dan dibandingkan,
pengumpulan datanya mudah, dan memungkinkan menjadikan perifiton sebagai
petunjuk yang peka bagi kualitas air. Kerugian dalam menggunakan substrat buatan
antara lain spesies yang hidup secara alami mungkin tidak terambil; laju
akumulasi pada hakekatnya bukan merupakan produktivitas karena pertumbuhannya dimulai
pada tempat yang kosong. Menurut Collins and Weber in Biggs (1988) dalam
menggunakan substrat buatan ada tiga faktor yang perlu diperhatikan, yaitu:
o Waktu
pemaparan, yang akan mempengaruhi perluasan pertumbuhan
o Kecepatan
arus, yang dapat menguntungkan beberapa taksa
o Musim.
Waktu pemaparan
merupakan faktor yang paling penting, karena dapat mengakibatkan fluktuasi yang
besar terhadap biomassa yang tidak berhubungan dengan gangguan fisik atau
kualitas air. Schwoerbel (1972) in Supriyanti (2001) menyatakan bahwa warna
substrat tidak berpengaruh terhadap perifiton. Penempatan substrat di daerah
yang sangat subur dan tercemar, letak lempengan horisontal tidak memberikan
hasil yang baik, adanya sedimentasi yang intensif menyebabkan detritus dengan
cepat menutupi gelas, sehingga pada daerah ini posisi vertikal lebih baik.
Untuk daerah oligotrofik, posisi horisontal akan memberikan hasil yang baik.
2.
Kualitas air
Kondisi perairan
sebagai tempat hidup perifiton terdiri atas komponen biotik dan abiotik yang
saling berinteraksi. Komponen abiotik pada perairan diantaranya adalah kualitas
perairan yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan komunitas
perifiton.
· Suhu
Organisme
diperairan umumnya memiliki toleransi yang sempit terhadap suhu. Perubahan suhu
mengakibatkan perubahan pola sirkulasi dan stratifikasi yang jelas berpengaruh
besar atas kehidupan organisme akuatik, suhu optimum pada perairan berkisar
antara 30-35 oC (Odum 1971). Menurut (APHA 1995), suhu air
dipengaruhi oleh substrat, kekeruhan, suhu, tanah dan air hujan, serta
pertukaran panas udara dan permukaan air. Organisme perairan yang hidup secara
alami di suatu perairan adalah jenis-jenis yang dapat menyesuaikan diri dengan
suhu air dan sifat kualitas atau kondisi air. Suhu berpengaruh terhadap
kelarutan gas-gas dalam air, termasuk oksigen.
Kecepatan
metabolisme dan respirasi organisme air juga memperlihatkan peningkatan dengan
naiknya suhu perairan yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi
oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10 °C akan meningkatkan meningkatkan
konsumsi oksigen organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat (Haslam 1995). Suhu
yang optimal bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 20-30 °C (Ray and Rao 1964).
Proses fotosintesis dan pertumbuhan sel alga maksimum terjadi pada kisaran suhu
25-40 °C (Reynolds 1990).
· Derajat
keasaman (pH)
Nilai pH didefinisikan
sebagai logaritma dari perbandingan timbal balik antara ion hidrogen bebas.
Nilai pH air alami ditentukan oleh besarnya interaksi ion H+ dari pelepasan
H2CO3 dan dari ion OH- yang dihasilkan dari hidrolisis bikarbonat. Oksidasi
dari batu pyrit dan tanah pada badan sungai dapat menghasilkan asam sulfur dan
dapat menurunkan nilai pH perairan (Wetzel 1983). Nilai pH dipengaruhi oleh
beberapa parameter antara lain aktivitas biologi, suhu, kandungan oksigen, dan
adanya ion-ion. Dari hasil aktivitas biologi dihasilkan CO2 yang merupakan
hasil respirasi, CO2 inilah yang akan membentuk ion buffer atau penyangga untuk
kisaran pH diperairan agar tetap stabil (Pescod, 1973). Ray and Rao (1964)
menyatakan pH optimum untuk perkembangan diatom antara 8,0–9,0. Diatom mulai
berkurang perkembangannya pada nilai pH antara 4,6–7,5, namun demikian pada
kisaran pH tersebut masih didapatkan berbagai jenis diatom.
· Kecerahan
Cahaya matahari sangat
penting dalam proses fotosintesis pada perifiton autotrof. Sehingga keberadaan
cahaya matahari merupakan faktor pembatas bagi perifiton. Setiap jenis
perifiton membutuhkan suhu dan cahaya tertentu untuk pertumbuhan maksimumnya
(Fogg 1965). Intensitas cahaya matahari dapat diukur dengan tingkat kecerahan
perairan. Kecerahan suatu perairan mempengaruhi daya tembus cahaya yang
memasuki perairan. Sering kali penetrasi cahaya terhalang oleh
partikel-partikel kecil dalam air. Apabila kekeruhan air disebabkan oleh
jasad-jasad hidup, maka nilai kecerahan merupakan indikasi produktivitas (Odum
1971). Kecerahan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat
dalam air.
·
Unsur hara
Unsur hara yang terdapat
dalam perairan memiliki pengaruh terhadap perkembangan komunitas perifiton.
Nitrogen dan fosfor merupakan unsur hara perairan yang terdapat dalam bentuk
senyawa seperti ammonia, nitrit, nitrat dan ortofosfat.
o Nitrogen
Senyawa
nitrogen ditemukan pada tumbuhan dan hewan sebagai penyusun protein dan
klorofil. Nitrogen adalah unsur penting bagi makhluk hidup disamping karbon,
hidrogen, dan oksigen. Nitrogen adalah komponen utama di dalam metabolisme
protein. Nitrogen di perairan berada dalam bentuk senyawa anorganik seperti
nitrit (NO2), nitrat (NO3), amonium (NH4), dan amonia (NH3) serta jumlahnya
realatif sedikit. Kekurangan nitrogen akan berakibat terbatasnya produksi
protein dan materi-materi lain yang dibutuhkan untuk memproduksi sel-sel baru
(Garcia and Garcia 1985).
Nitrat
(NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien
utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat yang merupakan sumber nitrogen
bagi tumbuhan selanjutnya dikonversi menjadi protein. Nitrat juga merupakan zat
hara penting bagi organisme autotrof dan diketahui sebagai faktor pembatas
pertumbuhan (APHA 1995). Nitrat nitrogen bersifat mudah larut dan stabil.
Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di
perairan. Kadar amonia dan nitrat yang sesuai untuk pertumbuhan alga < 0,5
mg/l.
o Fosfor
Fosfor yang
berada dalam perairan umumnya ditemukan dalam bentuk senyawa organik dan
anorganik. Senyawa anorganik berada dalam bentuk fosfat dan polifosfat,
sedangkan yang berbentuk senyawa organik berupa gula fosfat dan hasil-hasil
oksidasinya merupakan senyawa yang tidak mudah terurai. Fosfor yang terdapat di
air berasal dari dekomposisi organisme yang telah mati. Senyawa fosfat dapat
berasal dari proses erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan tumbuhan
serta limbah industri, pertanian dan domestik.
Keberadaan
fosfat di air dipengaruhi oleh proses biologi dan fisika, yaitu pemanfaatan
fitoplankton maupun pergerakan massa air. Kandungan fosfat akan meningkat
dengan meningkatnya kedalaman. Konsentrasi fosfor sering menjadi faktor
pembatas di perairan alami. Fosfor merupakan unsur pembatas pertumbuhan yang
umum pada perifiton meskipun fosfor ini dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit.
Keberadaan
fosfor yang berlebihan dan diikuti dengan keberadaan nitrogen dapat menstimulir
peledakan pertumbuhan alga di perairan. Alga yang berlimpah ini dapat membentuk
lapisan pada permukaan air yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi cahaya
matahari dan oksigen sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan.
Nilai kisaran ortofosfat yang baik bagi pertumbuhan perifiton adalah 0,011–0,1
mg/l, pada nilai kisaran tersebut perairannya tergolong subur.
3.
Komunitas Perifiton
Komunitas
perifiton terbentuk dari perifiton yang berkolonisasi pada suatu media (substrat).
Kolonisasi dapat diartikan sebagai suatu proses pertumbuhan dan perkembangan
dari suatu populasi organisme pada suatu media hidup. Kolonisasi dapat terjadi
bila segala kebutuhan hidup organisme terpenuhi atau bila terdapat kesempatan
untuk mengisi relung yang belum termanfaatkan. Strukturisasi merupakan proses
perkembangann koloni-koloni yang berhasil mengisi relung-relung yang tersedia
pada media hidup. Dengan demikian proses ini menunjukkan kompleksitas dari
komunitas pada media hidup tersebut.
Komunitas
yang terdiri dari berbagai populasi bersifat dinamis dalam interaksinya yang
berarti dalam ekosistem mengalami perubahan sepanjang masa. Perkembangan
ekosistem menuju kedewasaan dan keseimbangan dikenal sebagai suksesi ekologis
atau suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik
dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas
atau ekosistem klimaks atau telah tercapai keadaan seimbang.
H.
Cara
Meneliti Perifiton
Seorang
ilmuwan untuk meneliti perifiton, sebelumnya harus mengerti habitatnya untuk
menemukan perifiton tertentu sesuai dengan kemampuan adaptasinya terhadap
lingkungan. Danau, sebagai perairan tergenang, memiliki karakteristik antara
lain berarus lambat, retention time
relatif lama, memiliki stratifikasi lapisan secara vertikal, serta biota yang
hidup tidak memiliki adaptasi khusus. Komunitas tumbuhan dan hewan tersebar di
danau sesuai dengan kedalaman dan jaraknya dari tepi. Rutner (1974) menjelaskan
mengenai zonasi yang berperan dalam membentuk struktur komunitas perifiton,
yaitu:
a. Zona
eulitoral, adalah daerah pinggiran yang masih mendapatkan percikan air. Daerah
ini ditumbuhi perifiton yang mampu bertahan terhadap perubahan lingkungan yang
cukup ekstrim.
b.
Zona sublitoral atas,
yaitu zona perairan yang masih dapat ditembus sinar matahari, perubahan suhu
kecil dan tidak berarti. Zona ini memiliki komposisi perifiton yang paling
kaya.
c.
Zona sublitoral bawah,
yaitu zona air yang kurang mendapat sinar matahari. Intensitas cahaya dan suhu
menurun menurut wilayah termoklin, dengan kondisi demikian, jenis alga hijau
secara kuantitatif menurun, namun masih layak bagi diatom, alga biru dan alga
merah.
d.
Zona air gelap, pada
zona ini komunitas perifiton jenis alga autotrof semakin menghilang dan
digantikan jenis-jenis heterotrof.
Di bawah ini adalah tahap-tahap yang
dilakukan dalam meneliti komunitas perifiton serta parameter fisika-kimia oleh
Niken Pratiwi, 2007 yaitu:
1.
Pengambilan contoh air pada lokasi (geologi) yang telah ditentukan, yang
mana diambil dari bermacam-macam jenis substrat.
2.
Sambil mengambil contoh air dari bermacam-macam substrat, peneliti dapat
melakukan analisis parameter fisika dan kimia perairan, yaitu suhu, arus, DO,
pH, kekeruhan (turbiditas), TSS, TDS, DHL, BOD5, COD, dan unsur hara
(nitrat, ammonia, dan ortofosfat). Di samping parameter-parameter tersebut,
terdapat beberapa parameter yang berkaitan dengan hidrologi sungai yaitu lebar badan sungai, lebar sungai,
kedalaman, kecepatan arus, dan debit air.
3. Analisis
komunitas perifiton: Berdasarkan kelimpahan (modifikasi Eaton et al., 1995)
setiap genus perifiton dilakukan penghitungan terhadap keanekaragaman (H’),
keseragaman (E), dan dominansi (C) (Odum, 1971). Untuk menguji kesamaan nilai
tengah kelimpahan selama pengamatan dilakukan uji Kruskal-Wallis (Walpole,
1995). Selain itu, dilakukan analisis tingkat kesamaan kelimpahan perifiton
terhadap waktu pengamatan (Walpole, 1995), analisis kualitas lingkungan
perairan menurut National Sanitation Foundation’s/NSF (Ott, 1978) serta
dengan klasifikasi saprobik dan koefisien sistem saprobik (modifikasi Dresscher
dan Van der Mark, 1976 in Soewignyo et al., 1986). Untuk melihat
hubungan kelimpahan perifiton parameter fisika dan kimia perairan, digunakan
pendekatan analisis statistik uji Pearson correlation.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan penguraian materi
diatas, dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1.
Fitoplankton merupakan
sekelompok organisme yang memegang peranan sangat penting dalam ekosistem air, fitoplankton selain
disusun oleh sekelompok bakteri terutama juga tersusun dari kelompok ganggang
(alga) mikroskopik.
2.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepadatan
fitoplankton yaitu adanya unsur P, N dan juga kecepatan arus air
3.
Fitoplankton terdiri
dari berbagai jenis ganggang, yaitu Cyanophyta (ganggang hijau biru),
Cryptophyceae (kriptofita), Dinophyceae (dinoflagelata), Chlorophyta (ganggang
hijau), Euglenophyta (kelompok euglena), Bacillariophyceae (diatom),
Chrysophyceae dan Haptophyceae (ganggang kuning keemasan)
4.
Makrovita bersifat
makroskopik diantaranya yaitu tanaman
teratai, tanaman krangkong, tanaman kangkung, Hydrlla, dan eceng gondok
5.
Faktor dasar yang
mengontrol produktivitas fitoplankton dan perifiton adalah suhu, cahaya,
ketersediaan makro-mikronutrien dan substrat.
B.
Saran
Kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Penulis menyadari tanpa
adanya saran dan perbaikan, penulis tidak dapat mengoreksi keberhasilan
pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Angelina, Dinda Fitryani. 2010. Perkembangan Komunitas Perifiton pada Substrat Buatan dengan Kedalaman
Berbeda di Danau Lido, Bogor. (online),(http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62387/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf). Diakses pada tanggal 28 November 2018
Anonim, Tanpa
Tahun. Tanaman Kangkung. (Online) http://www.google.com/tanaman/kangkung diakses pada tanggal 28 November 2018
Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling
Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.
Pasaribu,G.
Tanpa Tahun. Pengolahan Eceng Gondok
Sebagai Bahan Baku Kertas Seni. (Online) diakses pada tanggal 28 November 2018
Pratiwi, Niken Tunjung Murti, Habib Krisna Wijaya, EnamM.
Adiwilaga, Tyas Agung Pribadi. 2011. Komunitas
Perifiton Serta Parameter Fisika-Kimia Perairan Sebagai Penentu Kualitas Air di
Bagian Hulu Sungai Cisadane, Jawa Barat. (Online), (http://www.academia.edu/2062898/Perifiton_
dan_Parameter_Fisika-Kimia_Perairan_sebagai_Pendugaan_Kualitas_Air. Diakses tanggal November 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar