Selasa, 18 Desember 2018

makalah entomologi Lalat Tsetse

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Tsetse adalah lalat berukuran cukup besar dan berasal dari Afrika yang hidup dengan cara mengisap darah dari binatang bertulang belakang (vertebrata). Tsetse meliputi seluruh lalat dari genus Glossina dari famili Glossinidae. Tsetse telah lama diteliti oleh ilmuwan karena mereka merupakan parantara biologis dari trypanosomi Afrika yang mengakibatkan penyakit yang mematikan termasuk sleeping sickness pada manusia dan nagana pada ternak.
Tsetse berpenampakan mirip lalat rumah tapi bisa dibedakan dari karakter anatomi mereka. Tsetse melipat sayap sepenuhnya pada saat tidak terbang sehingga sayap yang satu tertumpuk di atas sayap lain menutupi perut mereka. Tsetse telah hidup selama 34 miliar tahun! Fosilnya yang tertua ditemukan di Colorado. Jadi Tsetse ini bisa disebut sebagai Rajanya bangsa lalat.
Trypanosomiasis Gambia adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Trypanosoma gambiense. Penyakit ini disebut juga West African Trypanosomiasis atau West African Sleeping Sickness.
Parasit ini pertama sekali ditemukan oleh Forde, pada tahun 1901, melalui pemeriksaan darah dari seorang pasien di Gambia, Afrika barat. Castellani (1903) juga menemukan parasit jenis yang sama pada pemeriksaan cairan serebrospinal pada pasien yang berbeda, dan oleh Dutton (1902) parasit tersebut diberi nama Trypanosoma gambiense.
Trypanosoma gambiense merupakan protozoa berflagella yang hidup dalam darah (Haemoflagellates) dan dikelompokkan dalam family Trypanosomidae. Lalat tsetse, jantan dan betina, bertindak sebagai penyebab pambawa parasit ini, terutama Glossina palpalis. Lalat ini banyak terdapat di sepanjang tepi-tepi sungai yang mengalir di bagian barat dan tengah Afrika. Lalat ini mempunyai jangkauan terbang sampai mencapai 3 mil.
Selain manusia, binatang peliharaan seperti babi, kambing dan sapi serta binatang liar dapat menjadi pengantar bagi parasit ini. Penyakit ini dapat ditularkan dari hewan vertebrata ke manusia atau dari manusia ke manusia. Mobilitas penduduk dunia saat ini sangatlah memungkinkan untuk penyebaran parasit ini ke berbagai wilayah dunia.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu lalat tsetse ?
2.      Bagaimana taksonomi lalat tsetse ?
3.      Dimana Habitat lalat tsetse ?
4.      Bagaimana siklus  hidup lalat tsetse?
5.      Bagaimana daur hidup lalat tsetse?
6.      Apa penyebab penyakit lalat tsetse?
7.      Bagaimana cara pencegahan penyakit yang ditularkan lalat tsetse?
C.     Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui apa itu lalat tsetse.
2.      Untuk mengetahui taksonomi lalat tsetse.
3.      Untuk mengetahui habitat lalat tsetse.
4.      Untuk mengetahui siklus hidup  lalat tsetse.
5.      Untuk mengetahui daur hidup lalat tsetse.
6.      Untuk mengetahui penyebab penyakit lalat tsetse.
7.      Untuk mengetahui pencegahan penyakit yang ditularkan  lalat tsetse.
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.     Definisi Lalat Tsetse
Lalat tsetse adalah lalat asal Afrika yang dikenal sebagai penyebar penyakit. Lalat ini membawa trypanosomes, yakni parasit hewan yang menyebabkan penyakit tidur pada manusia yang bisa berakibat fatal, serta ‘nagana’, penyakit mematikan pada ternak dan kuda.
Ada lebih dari 20 spesies lalat tsetse, beberapa darinya menyerang manusia. Lalat tsetse menyerupai lalat rumahan, tetapi mereka tumbuh lebih besar dan sayapnya terlipat rata diatas punggungnya sehingga tidak tampak menonjol seperti sayap lalat rumahan. Probosis panjang lalat tsetse bisa menembus tubuh inangnya. Kebanyakan lalat tsetse menghisap darah dari mamalia, tetapi beberapa jenis lainnya mengambil darah dari reptil dan burung. Saat lalat tsetse menghisap darah, mereka bisa menginfeksi inangnya. Seekor lalat tsetse mentransmisikan baik ‘nagana’ maupun penyakit tidur dengan menggigit manusia atau hewan yang terinfeksi, mengambil parasitnya, dan menginfeksi inang berikutnya.
Lalat tsetse biasanya tidak dapat menginfeksi manusia sampai parasit telah tinggal di tubuhnya selama beberapa hari dan telah melewati lambung ke kelenjar ludahnya. Kemudian lalat ini akan menularkan parasit tersebut kepada siapapun yang digigitnya. Parasit yang menginfeksi hewan berkembang di probosis atau di dalam perut lalat tsetse.
Lalat tsetse berkembang biak secara perlahan. Lalat betina hanya menghasilkan satu telur pada satu waktu. Larva yang menetas dari telur dipelihara selama masa pertumbuhan di dalam tubuh induknya. Ketika larva sudah tumbuh sempurna, larva itu akan disimpan di tanah. Kemudian larva akan menggali liang di dalam tanah sebelum berubah menjadi pupa.
Lalat tsetse menggigit manusia dan hewan pada siang hari. Mereka hidup di tepian danau dan sungai, sehingga membuat banyak tempat di Afrika tak layak huni. Di beberapa daerah, semprotan insektisida dan pembersihan vegetasi bisa mengontrol perkembangan populasi lalat tsetse. Program pengendalian lainnya menggunakan perangkap khusus. Obat untuk melindungi ternak dari ‘nagana’ juga digunakan. Sayangnya, kerusuhan politik di Afrika telah menghambat upaya pengendalian lalat tsetse.

D.     Taksonomi Lalat Tsetse
Lalat tsetse (Glossina)
Gambar 1. Lalat Tsetse
Kerajaan:
Filum:
Upafilum:
Kelas:
Ordo:
Upaordo:
Upaseksi:
Superfamili:
Famili:
Glossinidae
Genus:
Glossina


E.      Habitat
T.b. gambiense, manusia merupakan reservoir utama, sedangkan peranan binatang peliharaan dan binatang buas sebagai reservoir tidak jelas. Binatang buas terutama babi hutan dan sapi peliharaan merupakan reservoir utamaT.b. rhodiense. Adapun habitatnya berada dalam darah.
F.      Siklus Hidup
Gambar 2. Siklus hidup lalat tsetse.

Lalat tsetse menjalani metamorfosis sempurna yang terdiri 4 fase:Fase telur, larva belatung ( maggot ), kepompong, dan lalat dewasa. Jika diamati secara seksama dan kemudian dibandingkan dengan siklus hidup lalat lain, siklus hidup dari lalat tsetse biasa dikatakan unik. Contoh keunikan dari siklus hidup lalat tsetse adalah saat sudah waktunya bertelur, induk lalat tsetse akan tetap menyimpan telur tersebut di dalam tubuhnya sehingga menetas menjadi larva yang baru menetas tersebut tetap berada di dalam tubuh induknya dan hidup dengan mengkomsumsi senyawa mirip cairan susu yang dihasilkan oleh kelenjar induknya.
Jika larva sudah memasuki ukuran tertentu, barulah larva lalat tsetse keluar dari tubuh induknya dan “lahir” ke dunia. Masa hidup larva di dunia relatif singkat karena hanya dalam waktu beberapa jam usai keluar dari tubuh induknya, larva lalat tsetse segera mencari tempat yang terlindung untuk berubah menjadi pupa. Masa pupa atau kepompong berlangsung selama beberapa hari dan sesudah itu lalat tsetse dewasa akan keluar. Di fase dewasa ini, lalat tsetse hanya hidup dari mengisap darah mamalia dan bisahidup hingga usia 4 bulan.
G.    Daur Hidup Lalat Tsetse
Trypanosoma gambiense mengalami perubahan bentuk morfologi selama siklus hidupnya. Pleomorfiktry panosoma, yang merupakan bentuk infektif, akan terhisap bersama darah, saat lalat tsetse menggigit  penderita. Parasit akan masuk kedalam saluran pencernaan vector dan mengalami beberapa kali perubahan bentuk dan multiflikasi. Dalam waktu 3 minggu, parasit akan berubah menjadi bentuk Epimastigot. Bentuk Epimastigot juga mengalami perubahan menjadi bentuk metacyclic form dan memenuhi kelenjar air liur lalat. Metacyclicform merupakan bentuk infektif pada vektor dan siapuntuk ditularkan ke korbaselanjutnya.
Waktu yang diperlukan parasit ini untuk  berkembang menjadi bentuk infektif dalam tubuh vector  adalah 20 30 hari. Lalat yang mengandung bentuk infektif ini akan tetap infektif seumur hidupnya.
Lalat tsetse  menggigit  manusia/hewavertebrata biasanya  pada siang hari. Penularan kepada penderita melalui gigitan vektodisebut anterior inoculation.Di dalam jaringan tempat gigitan tersebut, parasit mengalami proses multiflikasa secara belah pasang memanjang.  Proses multiflikasi, diawaldengan pembelahan blepharoblast dan parabasal body. Kemudian diikuti pembelahan inti, membrane undulating dan terakhir pembelahan tubuh parasit. Flagella dan axonema tidak ikut membelah, tetapi bentukbaru berasal darblepharoblast yang baru terbentuk tersebut.
Dalam perkembangan selanjutnya, baik hewan vertebrata maupun manusia, Trypanosoma gambiense hidup didalam darah, kelenjar getah bening, limpa dan bahkan sampai kesusunan saraf pusat.
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari terutama pada pagi hingga sore hari. Serangga ini sangat tertarik pada makanan manusia sehari-hari seperti gula, susu, makanan olahan, kotoran manusia dan hewan ,darah serta bangkai binatang Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cairan, makanan yang kering dibasahi oleh lidahnya terlebih dahulu baru dihisap air merupakan hal yang penting dalam hidupnya, tanpa air lalat hanya hidup 48 jam saja. Lalat makan paling sedikit 2-3 kali sehari.
H.     Penyebab Penyakit
Tidur adalah keadaan dimana kita merelaksasikan semua organ tubuh yang lelah. Hampir semua manusia menghabiskan sepertiga dari waktu hidupnya dengan tidur. Tidur bukan saja karena kelelahan tetapi juga karena kebiasaan dan pola hidup.
Penyebab penyakit adalah Trypanosoma brucei gambiense dan T.b. rhodesiense,flagelata darah. Kriteria untuk diferensiasi spesies tidaklah mutlak; isolat yang diambil dari kasus virulen dengan perjalanan penyakit yang sangat progresif dianggap sebagai  T. B rhodesiense, terutama apabila infeksi terjadi di Afrika bagian timur. Sedangkan jika infeksi didapatkan di Afrika bagian barat dan tengah, biasanya perjalanan penyakit lebih kronis biasanya disebabkan oleh T.b. gambiense.
Penyakit ini disebut African trypanosomiasisatau nama lainnya penyakit tidur. Penyakit ini adalah penyakit yang menyerang sistem syaraf dan disebabkan oleh protozoatrypanosoma yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan lalat tsetse. Lalat tsetse adalah salah satu spesies lalat yang menghisap darah mamalia.
Menurut penelitian, penyakit unik ini berasal dari Afrika dan sudah menjadi wabah mematikan di beberapa negara di Afrika. Hingga saat ini tercatat 50.000 sampai 70.000 orang di Sub-Sahara Afrika terserang penyakit tidur atau Human african trypanosomiasis, yang menyebar melalui gigitan lalat tsetse. Setiap tahunnya juga dilaporkan sekitar 300.000 orang meninggal akibat penyakit ini di Afrika.
Gigitan lalat ini menyebabkan rasa sakit dan bengkak merah di bekas gigitan. Infeksi ini akan menyebar melalui darah dan mengakibatkan gejala awal demam, sakit kepala, sakit sendi, gatal-gatal pada kulit, dan lemas. Kemudian bakteri ini menyerang otak dan menyebabkan penyakit-penyakit serius lainnya seperi pembengkakan kelenjar limfa, anemia, dan penyakit ginjal.
Orang yang terjangkit akan mengalami kejang-kejang dan sulit berpikir. Serta pola tidur yang lebih lama dari biasanya. Penyakit ini sangat sulit dideteksi karena memiliki gejala awal seperti penyakit malaria.
Apabila seseorang terjangkit, penderita akan merasakan kantuk yang sangat hebat disiang hari. Tetapi penderita akan menjadi insomnia atau susah tidur pada malam hari. Apabila pola tidur semakin sulit dikendalikan, penderita bisa mengalami koma bahkan hingga kematian.
Penyakit ini tidak hanya menyerang manusia tetapi juga mamalia lainnya. Hewan yang terserang penyakit ini akan mengalami penurunan produktifitas dan akhirnya mati.
Metode penyebaran penyakit ini mirip dengan penyebaran penyakit lain yang membutuhkan perantara. Ketika lalat tsetse menghisap darah penderita penyakit tidur, mikroba trypanosoma akan ikut terhisap. Mikroba yang terhisap akan tinggal dan tidak mati di dalam tubuh lalat.
Ketika lalat yang sama menghisap darah orang yang sehat, mikroba trypanosomatanpa sengaja masuk kedalam tubuh orang yang dihisap darahnya. Selain melalui lalat tsetse, penyakit ini juga bisa ditularkan melalui transfusi darah.
Gambar 2. Bakteri trypanosoma dalam darah.
Sebelumnya, menurut penelitian untuk menyembuhkan penyakit ini harus melakukan terapi. Selain itu, penderita juga di harapkan meminum obat untuk menyembuhkan penyakit ini. Namu cara yang kedua ini sangat beresiko karena 5%-20% penderita meninggal akibat komplikasi dari obat yang digunakan.
Pada akhir Maret 2010 lalu, ilmuwan asal Kanada dan Inggris berhasil menemukan obat yang bisa menyerang enzim parasit tersebut yang diharapkan bisa mempertahankan hidup seseorang. Obat itu sudah di uji klinis (percobaan pada manusia) dalam 18 bulan.
Ilmuan asal Belgia juga menemukan cara untuk menyembuhkan penyakit yang disebabkan lalat tsetse ini. Para ilmuwan menjelaskan bahwa ada sebuah bakteri yang disebut Sodalis Glossinidius yang hidup pada lalat tsetse yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut. Gen bakteri akan diubah untuk mendapatkan antibodi yang dapat melawan parasit yang menyebar di tubuh manusia. Dr David Horn dari London School of Hygiene and Tropical Medicine mengatakan, “Ini adalah konsep yang menjanjikan, dan sekarang sedang diupayakan untuk membuat anti-trypanosomal.”
Karena penyakit yang berbahaya ini, manusia berusaha menekan keberadaan lalat tsetse yang menjadi perantara ini. Beberapa metode dilakukan seperti melakukan penyemprotan memakai insektisida, pemasangan jebakan, dan melepaskan lalat jantan steril (mandul) ke alam liar agar telur hasil perkawinan tidak dapat menetas.

I.        Pencegahan
1.      Cara-cara Pencegahan
Memilih cara pencegahan yang tepat harus di dasari pada pengetahuan dan pengenalan ekologi dari vektor dan penyebab penyakit disuatu wilayah. Dengan pengetahuan tersebut,  maka suatu daerah  dengan keadaan geografis tertentu, dapat dilakukan satu atau beberapa langkah berikut sebagai langkah prioritas dalam upaya pencegahan :
a.    Berikan Penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara perlindungan diri terhadap gigitan lalat tsetse.
b.    Menurunkan populasi parasit melalui survei masyarakat untuk menemukan mereka yang terinfeksi, obati mereka yang terinfeksi.
c.    Bila perlu hancurkan habitat lalat tsetse, namun tidak dianjurkan  untuk menghancurkan vegetasi secara tidak merata. Membersihkan semak-semak dan memotong rumput disekitar desa sangat bermanfaat pada saat terjadi penularan peridomestik. Apabila pada wilayah yang telah dibersihkan dari vegetasi liar dilakukan reklamasi dan dimanfaatkan untuk lahan pertanian maka masalah vektor teratasi untuk selamanya.
d.    Mengurangi kepadatan lalat dengan menggunakan perangkap dan kelambu yang sudah dicelup dengan deltametrin serta dengan penyemprotan insektisida residual (perythroid sintetik 5%, DDT, dan dieldrin 3% merupakan insektidida yang efektif). Dalam situasi darurat gunakan insektisida aerosol yang disemprotkan dari udara.
e.    Melarang orang-orang yang pernah tinggal atau pernah mengunjungi daerah endemis di Afrika untuk menjadi donor darah.
2.      Penanggulangan Wabah
Dalam keadaan KLB lakukkan survei massal yang terorganisasikan dengan baik dan berikan pengobatan bagi penderita yang ditemukan serta lakukan pengendalian lalat tsetse.
Bila terjadi lagi KLB di daerah yang sama walaupun sudah melaksanakan upaya-upaya pemberantasan, maka upaya-upaya yang tercantum pada butir 9A harus dilakukan dengan lebih giat.
3.      Penanganan Internasional
Meningkatkan upaya kerjasama lintas sektor di daerah endemis. Penyebar luasan informasi dan meningkatkan tersedianya bahan dan alat diagnosa sederhana untuk skrining dan upaya sederhana pengendalian vektor.
Kembangkan sistem yang efektif pendistribusian reagen dan obat-obatan. Kembangkan sistem pelatihan pada tingkat nasional dan internasional. Manfaatkan pusat-pusat kerjasama WHO.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Trypanosomiasigambiadalasuatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Trypanosoma gambiense. Lalat tsetse bertindak sebagai vector pembawa parasit dan menularkannya dari manusia-manusia atau hewan vertebrata-manusia. Parasit ini bersifat ekstra selluler (hidup diluar sel penderita/host). Gejala dan tanda klinis yang muncul antara lain: reaksi inflamasi local (prymarychancre), Winterbotton’ssign, demam, nyeri otot dan persendian, rash pada kulit, bahkagejala-gejala   yang timbul akibat gangguan   sistem susunan saraf pusat. Prognosa penyakit ini umumnya baik, terutama bila cepat ditangani dan juga belum menyebar ke dalam susunan saraf pusat.Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menghindari vektor (cegah kontak vektor) dan pengendalian vektor.

B.     Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, mahasiswa dapat mengetahui trypanosoma rhodesiense serta agar pembaca dapat mengetahui cara-cara yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit tersebut. Kritik dan saran penulis tetap harapkan demi perbaikan selanjutnya.











DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 1992. Pedoman Tehnis Pengendalian Lalat. Dit. Jen. PPM dan PLP, Depkes RI. Jakarta
Sitanggang, Totianto. 2001. Skripsi: Studi Potensi Lalat Sebagai Vektor Mekanik Cacing Parasit Melalui Pemeriksaan Eksternal. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. 42 Halaman (Dipublikasikan)
Santi, Devi Nuraini. 2001. Manajemen Pengendalian Lalat. Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera Utara. 5 Halaman (Dipublikasikan)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar