BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tsetse adalah lalat berukuran cukup
besar dan berasal dari Afrika yang hidup dengan cara mengisap darah dari
binatang bertulang belakang (vertebrata). Tsetse meliputi seluruh lalat dari
genus Glossina dari famili Glossinidae. Tsetse telah lama diteliti oleh ilmuwan
karena mereka merupakan parantara biologis dari trypanosomi Afrika yang mengakibatkan
penyakit yang mematikan termasuk sleeping sickness pada manusia dan nagana pada
ternak.
Tsetse berpenampakan mirip lalat
rumah tapi bisa dibedakan dari karakter anatomi mereka. Tsetse melipat sayap
sepenuhnya pada saat tidak terbang sehingga sayap yang satu tertumpuk di atas
sayap lain menutupi perut mereka. Tsetse telah hidup selama 34 miliar tahun!
Fosilnya yang tertua ditemukan di Colorado. Jadi Tsetse ini bisa disebut
sebagai Rajanya bangsa lalat.
Trypanosomiasis Gambia adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh Trypanosoma gambiense. Penyakit ini
disebut juga West African Trypanosomiasis atau West African Sleeping Sickness.
Parasit ini pertama sekali ditemukan
oleh Forde, pada tahun 1901, melalui pemeriksaan darah dari seorang pasien di
Gambia, Afrika barat. Castellani (1903) juga menemukan parasit jenis yang sama
pada pemeriksaan cairan serebrospinal pada pasien yang berbeda, dan oleh Dutton
(1902) parasit tersebut diberi nama Trypanosoma gambiense.
Trypanosoma gambiense merupakan
protozoa berflagella yang hidup dalam darah (Haemoflagellates) dan
dikelompokkan dalam family Trypanosomidae. Lalat tsetse, jantan dan betina,
bertindak sebagai penyebab pambawa parasit ini, terutama Glossina palpalis.
Lalat ini banyak terdapat di sepanjang tepi-tepi sungai yang mengalir di bagian
barat dan tengah Afrika. Lalat ini mempunyai jangkauan terbang sampai mencapai
3 mil.
Selain manusia, binatang peliharaan
seperti babi, kambing dan sapi serta binatang liar dapat menjadi pengantar bagi
parasit ini. Penyakit ini dapat ditularkan dari hewan vertebrata ke manusia
atau dari manusia ke manusia. Mobilitas penduduk dunia saat ini sangatlah
memungkinkan untuk penyebaran parasit ini ke berbagai wilayah dunia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu lalat tsetse ?
2. Bagaimana taksonomi lalat
tsetse ?
3. Dimana Habitat lalat tsetse ?
4. Bagaimana siklus hidup lalat tsetse?
5. Bagaimana daur hidup lalat tsetse?
6. Apa penyebab penyakit lalat tsetse?
7. Bagaimana cara pencegahan penyakit
yang ditularkan lalat tsetse?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu lalat
tsetse.
2. Untuk mengetahui taksonomi
lalat tsetse.
3. Untuk mengetahui habitat lalat
tsetse.
4. Untuk mengetahui siklus hidup lalat tsetse.
5. Untuk mengetahui daur hidup lalat
tsetse.
6. Untuk mengetahui penyebab
penyakit lalat tsetse.
7. Untuk mengetahui pencegahan
penyakit yang ditularkan lalat tsetse.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Definisi Lalat Tsetse
Lalat tsetse adalah lalat asal
Afrika yang dikenal sebagai penyebar penyakit. Lalat ini membawa trypanosomes, yakni parasit hewan yang menyebabkan penyakit
tidur pada manusia yang bisa berakibat fatal, serta ‘nagana’, penyakit
mematikan pada ternak dan kuda.
Ada lebih dari 20 spesies lalat
tsetse, beberapa darinya menyerang manusia. Lalat tsetse menyerupai lalat
rumahan, tetapi mereka tumbuh lebih besar dan sayapnya terlipat rata diatas
punggungnya sehingga tidak tampak menonjol seperti sayap lalat rumahan.
Probosis panjang lalat tsetse bisa menembus tubuh inangnya. Kebanyakan lalat
tsetse menghisap darah dari mamalia, tetapi beberapa jenis lainnya mengambil
darah dari reptil dan burung. Saat lalat tsetse menghisap darah, mereka bisa
menginfeksi inangnya. Seekor lalat tsetse mentransmisikan baik ‘nagana’ maupun
penyakit tidur dengan menggigit manusia atau hewan yang terinfeksi, mengambil
parasitnya, dan menginfeksi inang berikutnya.
Lalat tsetse biasanya tidak dapat
menginfeksi manusia sampai parasit telah tinggal di tubuhnya selama beberapa
hari dan telah melewati lambung ke kelenjar ludahnya. Kemudian lalat ini akan
menularkan parasit tersebut kepada siapapun yang digigitnya. Parasit yang
menginfeksi hewan berkembang di probosis atau di dalam perut lalat tsetse.
Lalat tsetse berkembang biak secara
perlahan. Lalat betina hanya menghasilkan satu telur pada satu waktu. Larva
yang menetas dari telur dipelihara selama masa pertumbuhan di dalam tubuh
induknya. Ketika larva sudah tumbuh sempurna, larva itu akan disimpan di tanah.
Kemudian larva akan menggali liang di dalam tanah sebelum berubah menjadi pupa.
Lalat tsetse menggigit manusia dan
hewan pada siang hari. Mereka hidup di tepian danau dan sungai, sehingga
membuat banyak tempat di Afrika tak layak huni. Di beberapa daerah, semprotan
insektisida dan pembersihan vegetasi bisa mengontrol perkembangan populasi
lalat tsetse. Program pengendalian lainnya menggunakan perangkap khusus. Obat
untuk melindungi ternak dari ‘nagana’ juga digunakan. Sayangnya, kerusuhan
politik di Afrika telah menghambat upaya pengendalian lalat tsetse.
D.
Taksonomi Lalat Tsetse
Lalat
tsetse (Glossina)
Gambar 1. Lalat Tsetse
|
||||||||||||||||||||
|
E.
Habitat
T.b. gambiense, manusia merupakan reservoir utama,
sedangkan peranan binatang peliharaan dan binatang buas sebagai reservoir tidak
jelas. Binatang buas terutama babi hutan dan sapi peliharaan merupakan
reservoir utamaT.b. rhodiense. Adapun habitatnya berada dalam
darah.
F. Siklus Hidup
Gambar 2. Siklus hidup
lalat tsetse.
Lalat tsetse menjalani metamorfosis sempurna
yang terdiri 4 fase:Fase telur, larva belatung ( maggot ), kepompong, dan lalat
dewasa. Jika diamati secara seksama dan kemudian dibandingkan dengan siklus
hidup lalat lain, siklus hidup dari lalat tsetse biasa dikatakan unik. Contoh
keunikan dari siklus hidup lalat tsetse adalah saat sudah waktunya bertelur,
induk lalat tsetse akan tetap menyimpan telur tersebut di dalam tubuhnya
sehingga menetas menjadi larva yang baru menetas tersebut tetap berada di dalam
tubuh induknya dan hidup dengan mengkomsumsi senyawa mirip cairan susu yang
dihasilkan oleh kelenjar induknya.
Jika larva sudah memasuki ukuran tertentu,
barulah larva lalat tsetse keluar dari tubuh induknya dan “lahir” ke dunia.
Masa hidup larva di dunia relatif singkat karena hanya dalam waktu beberapa jam
usai keluar dari tubuh induknya, larva lalat tsetse segera mencari tempat yang
terlindung untuk berubah menjadi pupa. Masa pupa atau kepompong berlangsung
selama beberapa hari dan sesudah itu lalat tsetse dewasa akan keluar. Di fase
dewasa ini, lalat tsetse hanya hidup dari mengisap darah mamalia dan bisahidup
hingga usia 4 bulan.
G. Daur Hidup Lalat Tsetse
Trypanosoma gambiense mengalami
perubahan bentuk morfologi selama
siklus hidupnya. Pleomorfiktry
panosoma, yang merupakan bentuk infektif, akan terhisap bersama darah, saat lalat
tsetse menggigit penderita. Parasit akan masuk kedalam saluran
pencernaan vector dan mengalami
beberapa kali perubahan bentuk dan multiflikasi. Dalam
waktu 3 minggu, parasit akan
berubah menjadi bentuk Epimastigot. Bentuk Epimastigot juga mengalami perubahan
menjadi bentuk metacyclic form dan
memenuhi kelenjar air liur lalat. Metacyclicform merupakan bentuk infektif pada vektor dan siapuntuk ditularkan ke korban selanjutnya.
Waktu yang diperlukan parasit ini untuk berkembang menjadi
bentuk infektif
dalam
tubuh vector adalah 20 30 hari. Lalat yang mengandung bentuk
infektif ini akan tetap infektif seumur hidupnya.
Lalat tsetse menggigit
manusia/hewan vertebrata biasanya
pada siang hari. Penularan kepada penderita melalui gigitan vektor disebut anterior inoculation.Di dalam jaringan tempat gigitan tersebut, parasit
mengalami proses multiflikasa
secara belah pasang memanjang.
Proses
multiflikasi, diawali
dengan pembelahan blepharoblast
dan parabasal body. Kemudian
diikuti pembelahan inti,
membrane undulating dan terakhir pembelahan tubuh parasit. Flagella dan axonema tidak ikut
membelah, tetapi bentukbaru berasal dari blepharoblast yang baru terbentuk
tersebut.
Dalam perkembangan selanjutnya, baik hewan vertebrata maupun manusia, Trypanosoma gambiense hidup didalam darah, kelenjar getah bening, limpa dan bahkan sampai
kesusunan saraf pusat.
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari terutama pada pagi
hingga sore hari. Serangga ini sangat tertarik pada makanan manusia sehari-hari
seperti gula, susu, makanan olahan, kotoran manusia dan hewan ,darah serta
bangkai binatang Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam
bentuk cairan, makanan yang kering dibasahi oleh lidahnya terlebih dahulu baru
dihisap air merupakan hal yang penting dalam hidupnya, tanpa air lalat hanya
hidup 48 jam saja. Lalat makan paling sedikit 2-3 kali sehari.
H. Penyebab Penyakit
Tidur adalah keadaan dimana kita
merelaksasikan semua organ tubuh yang lelah. Hampir semua
manusia menghabiskan sepertiga dari waktu hidupnya dengan tidur. Tidur
bukan saja karena kelelahan tetapi juga karena kebiasaan dan pola hidup.
Penyebab penyakit adalah Trypanosoma
brucei gambiense dan T.b. rhodesiense,flagelata darah.
Kriteria untuk diferensiasi spesies tidaklah mutlak; isolat yang diambil dari
kasus virulen dengan perjalanan penyakit yang sangat progresif dianggap
sebagai T. B rhodesiense, terutama apabila infeksi terjadi di
Afrika bagian timur. Sedangkan jika infeksi didapatkan di Afrika bagian barat
dan tengah, biasanya perjalanan penyakit lebih kronis biasanya disebabkan
oleh T.b. gambiense.
Penyakit ini disebut African
trypanosomiasisatau nama lainnya penyakit tidur. Penyakit ini adalah
penyakit yang menyerang sistem syaraf dan disebabkan oleh protozoatrypanosoma yang
masuk ke dalam tubuh melalui gigitan lalat tsetse. Lalat tsetse adalah salah
satu spesies lalat yang menghisap darah mamalia.
Menurut penelitian, penyakit unik ini berasal
dari Afrika dan sudah menjadi wabah mematikan di beberapa negara di Afrika.
Hingga saat ini tercatat 50.000 sampai 70.000 orang di Sub-Sahara Afrika
terserang penyakit tidur atau Human african trypanosomiasis, yang
menyebar melalui gigitan lalat tsetse. Setiap tahunnya juga dilaporkan sekitar
300.000 orang meninggal akibat penyakit ini di Afrika.
Gigitan lalat ini menyebabkan rasa sakit dan
bengkak merah di bekas gigitan. Infeksi ini akan menyebar melalui darah dan
mengakibatkan gejala awal demam, sakit kepala, sakit sendi, gatal-gatal pada
kulit, dan lemas. Kemudian bakteri ini menyerang otak dan menyebabkan
penyakit-penyakit serius lainnya seperi pembengkakan kelenjar limfa, anemia,
dan penyakit ginjal.
Orang yang terjangkit akan mengalami
kejang-kejang dan sulit berpikir. Serta pola tidur yang lebih lama dari
biasanya. Penyakit ini sangat sulit dideteksi karena memiliki gejala awal
seperti penyakit malaria.
Apabila seseorang terjangkit, penderita akan
merasakan kantuk yang sangat hebat disiang hari. Tetapi penderita akan menjadi
insomnia atau susah tidur pada malam hari. Apabila pola tidur semakin sulit
dikendalikan, penderita bisa mengalami koma bahkan hingga kematian.
Penyakit ini tidak hanya menyerang manusia
tetapi juga mamalia lainnya. Hewan yang terserang penyakit ini akan mengalami
penurunan produktifitas dan akhirnya mati.
Metode penyebaran penyakit ini mirip dengan
penyebaran penyakit lain yang membutuhkan perantara. Ketika lalat tsetse
menghisap darah penderita penyakit tidur, mikroba trypanosoma akan
ikut terhisap. Mikroba yang terhisap akan tinggal dan tidak mati di dalam tubuh
lalat.
Ketika lalat yang sama menghisap darah orang
yang sehat, mikroba trypanosomatanpa sengaja masuk kedalam tubuh
orang yang dihisap darahnya. Selain melalui lalat tsetse, penyakit ini juga
bisa ditularkan melalui transfusi darah.
Gambar
2. Bakteri trypanosoma dalam darah.
Sebelumnya, menurut penelitian untuk
menyembuhkan penyakit ini harus melakukan terapi. Selain itu, penderita juga di
harapkan meminum obat untuk menyembuhkan penyakit ini. Namu cara yang kedua ini
sangat beresiko karena 5%-20% penderita meninggal akibat komplikasi dari obat
yang digunakan.
Pada akhir Maret 2010 lalu, ilmuwan asal
Kanada dan Inggris berhasil menemukan obat yang bisa menyerang enzim parasit
tersebut yang diharapkan bisa mempertahankan hidup seseorang. Obat itu sudah di
uji klinis (percobaan pada manusia) dalam 18 bulan.
Ilmuan asal Belgia juga menemukan cara untuk
menyembuhkan penyakit yang disebabkan lalat tsetse ini. Para ilmuwan
menjelaskan bahwa ada sebuah bakteri yang disebut Sodalis Glossinidius yang
hidup pada lalat tsetse yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut. Gen bakteri
akan diubah untuk mendapatkan antibodi yang dapat melawan parasit yang menyebar
di tubuh manusia. Dr David Horn dari London School of Hygiene and Tropical
Medicine mengatakan, “Ini adalah konsep yang menjanjikan, dan sekarang sedang
diupayakan untuk membuat anti-trypanosomal.”
Karena penyakit yang berbahaya ini, manusia
berusaha menekan keberadaan lalat tsetse yang menjadi perantara ini. Beberapa
metode dilakukan seperti melakukan penyemprotan memakai insektisida, pemasangan
jebakan, dan melepaskan lalat jantan steril (mandul) ke alam liar agar telur
hasil perkawinan tidak dapat menetas.
I.
Pencegahan
1. Cara-cara Pencegahan
Memilih cara pencegahan yang tepat harus di
dasari pada pengetahuan dan pengenalan ekologi dari vektor dan penyebab
penyakit disuatu wilayah. Dengan pengetahuan tersebut, maka suatu
daerah dengan keadaan geografis tertentu, dapat dilakukan satu atau
beberapa langkah berikut sebagai langkah prioritas dalam upaya pencegahan :
a. Berikan Penyuluhan kepada masyarakat tentang
cara-cara perlindungan diri terhadap gigitan lalat tsetse.
b. Menurunkan populasi parasit melalui survei
masyarakat untuk menemukan mereka yang terinfeksi, obati mereka yang
terinfeksi.
c. Bila perlu hancurkan habitat lalat tsetse,
namun tidak dianjurkan untuk menghancurkan vegetasi secara tidak
merata. Membersihkan semak-semak dan memotong rumput disekitar desa sangat
bermanfaat pada saat terjadi penularan peridomestik. Apabila pada wilayah yang
telah dibersihkan dari vegetasi liar dilakukan reklamasi dan dimanfaatkan untuk
lahan pertanian maka masalah vektor teratasi untuk selamanya.
d. Mengurangi kepadatan lalat dengan menggunakan
perangkap dan kelambu yang sudah dicelup dengan deltametrin serta
dengan penyemprotan insektisida residual (perythroid sintetik 5%,
DDT, dan dieldrin 3% merupakan insektidida yang efektif).
Dalam situasi darurat gunakan insektisida aerosol yang disemprotkan dari udara.
e. Melarang orang-orang yang pernah tinggal atau
pernah mengunjungi daerah endemis di Afrika untuk menjadi donor darah.
2. Penanggulangan Wabah
Dalam keadaan KLB lakukkan survei massal yang
terorganisasikan dengan baik dan berikan pengobatan bagi penderita yang
ditemukan serta lakukan pengendalian lalat tsetse.
Bila terjadi lagi KLB di daerah yang sama
walaupun sudah melaksanakan upaya-upaya pemberantasan, maka upaya-upaya yang
tercantum pada butir 9A harus dilakukan dengan lebih giat.
3. Penanganan Internasional
Meningkatkan upaya kerjasama lintas sektor di
daerah endemis. Penyebar luasan informasi dan meningkatkan tersedianya bahan
dan alat diagnosa sederhana untuk skrining dan upaya sederhana pengendalian
vektor.
Kembangkan sistem yang efektif
pendistribusian reagen dan obat-obatan. Kembangkan sistem pelatihan pada
tingkat nasional dan internasional. Manfaatkan pusat-pusat kerjasama WHO.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Trypanosomiasis gambia adalah suatu
penyakit infeksi
yang disebabkan oleh Trypanosoma
gambiense. Lalat tsetse bertindak sebagai vector pembawa parasit dan menularkannya
dari manusia-manusia atau hewan vertebrata-manusia.
Parasit ini bersifat ekstra selluler
(hidup
diluar sel penderita/host). Gejala
dan tanda klinis yang muncul
antara lain:
reaksi inflamasi local
(prymarychancre),
Winterbotton’ssign, demam, nyeri otot dan persendian, rash
pada kulit, bahkan gejala-gejala yang timbul akibat gangguan sistem susunan
saraf pusat. Prognosa
penyakit ini umumnya baik, terutama
bila cepat ditangani dan
juga belum menyebar ke dalam susunan saraf pusat.Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menghindari vektor
(cegah kontak vektor) dan pengendalian
vektor.
B.
Saran
Semoga
dengan adanya makalah ini, mahasiswa dapat mengetahui trypanosoma
rhodesiense serta agar pembaca dapat mengetahui cara-cara yang dapat
dilakukan untuk mencegah penyakit tersebut. Kritik dan saran penulis tetap
harapkan demi perbaikan selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen
Kesehatan RI. 1992. Pedoman
Tehnis Pengendalian Lalat. Dit. Jen. PPM dan PLP,
Depkes RI. Jakarta
Sitanggang,
Totianto. 2001. Skripsi: Studi Potensi Lalat Sebagai Vektor Mekanik Cacing
Parasit Melalui Pemeriksaan Eksternal. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut
Pertanian Bogor. 42 Halaman (Dipublikasikan)
Santi, Devi
Nuraini. 2001. Manajemen
Pengendalian Lalat. Fakultas Kedokteran.
Universitas Sumatera Utara. 5 Halaman (Dipublikasikan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar