Selasa, 18 Desember 2018

makalah AIK Iman dan Ilmu jaminan Allah untuk meraih kesuksesan, kepribadian seorang ilmuwan muslim dan ilmu pengetahuan menurut Islam”

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt, karena dengan hidayanya sehingga makalah AIK ini dapat terselesaikan sesuai dengan rencana. Terimah kasih penyusun ucapkan kepada dosen mata kuliah yang bersangkutan atas bimbingannya dalam menyelesaikan makalah ini dan kepada teman-teman yang mendukung dan turut serta dalam membantu demi terselesaikannya makalah ini,
Makalah ini kami susun sebagai tugas pokok dengan mata kuliah AIK dan sebagai persyaratan untuk mengikuti mata kuliah ini. Penyusun mengharapkan agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua kalangan, terutama dalam kalangan mahasiswa khususnya bagi penyusun.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun demi penyelesaian makalah selanjutnya.
                                                                                                      Penyusun

Kelompok  2









BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Dalam agama inilah, manusia diharuskan dapat menciptakan hubungan baik dengan tiga hal. Hubungan yang dimaksud, yaitu hubungan manusia dengan penciptanya, hubungan manusia dengan lingkungannya, dan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Jika kita memiliki bekal ilmu yang baik, ketiga hubungan tersebut dapat dilaksanakan dengan benar. Karenanya, menuntut ilmu termasuk salah satu kewajiban setiap muslim.
Selain alasan diatas, Allah SWT telah menciptakan manusia sebgai khalifah yang bertugas menjaga keutuhan dunia ini. Manusia bertugas mengatur, memberdayakan dan mengelolah segala sumber daya alam yang telah diciptakan Allah SWT ini demi kepentingan dan hajat semua makhluk. Demi menjalankan misinya inilah manusia diwajibkan menuntut ilmu agar dapat mengelolah bumi secara tepat dan benar.
Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurnah diantara makhluk-makhluk Allah yang lainnya. Manusia tidak hanya dikaruniai bentuk fisik yang proporsional, perasaan namun juga akal dan pikiran berdasarkan fitrah dan potensi dalam diri masing-masing. Dalam upaya mengembangkan potensi yang dimilikinya sejak dilahirkan itulah manusia wajib menuntut ilmu, sehingga potensi yang dimilikinya dapat bermanfaat dan berguna bagi semua umat dan makhluk di dunia ini.
Kewajiban menuntut ilmu, tidak hanya untuk bidang agama saja, tetapi mencakup semua bidang yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dengan tujuan agar melalui ilmu tersebut manusia mampu melaksanakan ketiga hubungan secara seimbang. Perintah menuntut ilmu tersebut diatur dalam Al-qur’an dan Al-hadis. Ilmu tersebut dapat kita jadikan sebagai bekal meniti jalan menuju kesuksesan hidup. Kesuksesan yang tidak hanya dapat dirasakan di dunia saja tetapi juga di akhirat nantinya. Dalam hal ini, ilmu merupakan salah satu bentuk muamalah duniawiyah. Allah SWT mewajibkan setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan agar menuntut ilmu setinggi mungkin, mulai dari usia anak-anak hingga tiba waktu berpulang kepada-Nya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian iman dan ilmu dalam islam?
2.      Jelaskan iman dan ilmu jaminan Allah untuk meraih kesuksesan!
3.      Jelaskan kepribadian seorang ilmuwan muslim!
4.      Jelaskan ilmu pengetahuan menurut Islam!

C.    Tujuan
1.      Dapat mengetahui pengertian iman dan ilmu dalam islam
2.      Dapat mengetahui iman dan ilmu jaminan Allah untuk meraih kesuksesan
3.      Dapat mengetahui kepribadian seorang ilmuwan muslim
4.      Dapat mengetahui ilmu pengetahuan menurut Islam

















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian iman dan ilmu dalam islam
1.      Pengertian iman
Pengertian iman secara bahasa adalah percaya. Sedangkan menurut istilah adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian pengertian iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaan-Nya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.jadi seseorang dapat dikatakan sebagai seorang mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila memenuhi ketiga unsur diatas. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
2.      Pengertian ilmu
Kata ilmu berasal dari kata kerja ‘alima’, yang berarti memperoleh, mengetahui dan yakin. Ilmu yang  dalam bentuk jamaknya adalah ‘ulum’, artinya memahami sesuatu dengan hakikatnya dan itu berarti keyakinan dan pengetahuan. Jadi ilmu merupakan aspek teoritis dari pengetahuan. Dengan pengetahuan inilah manusia melakukan perbuatan amalnya. Jika manusia mempunyai ilmu tapi miskin amalnya maka ilmu tersebut menjadi sia-sia. Berbeda dengan pengetahuan ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa
B.     Iman dan ilmu jaminan Allah untuk meraih kesuksesan
Kesuksesan adalah hak kita semua. Setiap kita memiliki kemampuan untuk meraihnya. Mengapa? Karena kita begitu istimewa telah diciptakan. Allah SWT menciptakan kita dengan berbagai keajaiban, bermula dari proses kejadian kita yang dahsyat dan spektakuler, sampai pada bentuk fisik kita yang rumit. Bayangkan saja, kita memiliki 200 pahatan tulang yang unik dan estetis, 500 otot dengan miliaran serat-serat otot dan serat saraf yang panjangnya ± 11 Km, pembuluh darah yang panjangnya mencapai 100.000 km, mata yang mampu membedakan lebih dari 10 juta warna, paru-paru yang dapat bernafas sebanyak 23.040 kali dan masih banyak lagi keajaiban-keajaiban lain yang dimiliki bentuk fisik kita. Selain itu, kita juga dianugerahi akal, fikiran dan perasaan yang membuat kita lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah lainnya yang ada di muka bumi ini.
Dengan segala keistimewaan yang kita miliki, sudah sepantasnya kita mengucap syukur dan tidak merasa hina atau rendah apalagi merasa tidak mampu untuk melakukan sesuatu termasuk meraih kesuksesan. Walaupun pada hakikatnya kita tidak sempurna. Ada kekurangan dan kelemahan yang menjadi penyeimbang dari keistimewaan yang kita miliki. Karena kesempurnaan hanyalah milik sebuah asma semata, Allah ajza wa jalla. Jadi jangan pernah malu dengan segala keterbatasan kita, karena hal itu juga dimiliki semua orang. Yakinlah, saat kekurangan diri semakin membebani, hanya layar sikap kitalah yang menentukan kemana harus melangkah. Hal terpenting yang perlu kita lakukan dalam menyikapi kekurangan yang ada, adalah dengan mengoptimalkan potensi yang kita miliki dengan sebaik-baiknya untuk meraih kesuksesan,
Tidak mudah meraih kesuksesan. Perlu kucuran air mata, kuyup keringat, dan tetesan darah untuk mendapatkannya. Memang, Allah telah menyiapkan kesuksesan untuk masing-masing kita, tetapi tetap saja kita harus mengambil sendiri kesuksesan itu dari tangan-Nya. Bukankah Allah telah dengan jelas menyatakan dalam Surat Ar-Ra’du ayat 11 bahwa Ia tidak akan mengubah nasib suatu kaum bila kaum tersebut tidak mengubah sendiri nasibnya. Ya…, layaknya bermain sepak bola. Pemain tidak hanya menerima operan bola saja, tetapi ia juga dituntut untuk menjemput bolanya. Jadi, kesuksesan mmbutuhkan keseriusan dan kerja keras kita. Pertanyaanya, sulitkah meraih kesuksesan? “tidak” kawan..!! karena kesuksesan dapat diraih dengan melakukan hal-hal biasa dengan cara yang luar biasa. Dan cara luar biasa yang dapat dilakukan adalah dengan berbekal “Racikan Ilmu dan Iman” yang merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan layaknya gerimis dan sinar mentari yang melukis pelangi di cakrawala.
Ilmu dapat diartikan sebagai hasil pemindahan gambaran yang diketahui dari ketentuan alam luar yang kemudian ditetapkan dalam diri manusia. Pada dasarnya definisi ilmu sangat banyak sehingga sulit menemukan definisi yang paling tepat. Namun, sebaik-baik ilmu adalah ilmu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi orang lain. “Knowledge is the Key to Open the World”, Yup… Ilmu adalah kunci untuk membuka dunia ini. Kesuksesan seseorang berangkat dari ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan mendekatkan kita pada pintu kesuksesan. Beruntunglah orang yang berilmu dibandingkan dengan orang yang tidak memilikinya sebagaimana termaktub dalam Surat Az-Zumar ayat 9, “ Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? “.
Sedangkan pengertian iman adalah mengikrarkan dalam hati, melafazdkan dengan lisan, dan mengaplikasikan melalui perbuatan anggota badan. Dalam islam, ada 6 rukun iman yaitu iman kepada Allah SWT, malaikat, Al-qur’an, Rasul-rasul, hari akhir dan beriman pada Qada dan Qadar. Iman adalah salah satu bagian vital dalam kehidupan Dengan iman, manusia akan merasakan kedamaian. Hidup dalam iman adalah awal dari kesuksesan dimana orang beriman akan memiliki sifat optimis yang tinggi sebagai modal awal dalam meraihnya sekalipun ia mengalami kegagalan dan melewati berbagai rintangan. Mengapa? karena ia percaya sepenuhnya pada sang Pencipta yang telah mempersiapkan segalanya. Orang beriman selalu membungkus usahanya dengan doa. Jadi, dalam naungan iman kita akan merasa tenang bila telah melakukan yang terbaik seperti kata orang bijak “ Dalam meraih kesuksesan, lakukan setengahnya dengan memberikan yang terbaik dan biarkan Allah melakukan yang setengahnya lagi lalu lihatlah apa yang terjadi”.
Intelligence Quotient (IQ) seseorang dapat mempengaruhi daya serapnya terhadap ilmu pengetahuan. Semakin banyak ilmu yang kita dapatkan maka semakin mudah kita meraih kesuksesan. Ternyata pada faktanya, ilmu saja tidak cukup sebagai senjata untuk meraih kesuksesan, seseorang juga membutuhkan iman untuk dapat menggunakan ilmu yang dimilikinya dengan tepat. Lihat saja, banyak orang-orang pintar nan berilmu yang malah mengaplikasikan ilmunya untuk kesuksesan yang tidak bermakna, kesuksesan yang mempermudah jalannya menuju neraka, contohnya apoteker yang sukses meramu narkoba, pengacara yang sukses membebaskan kliennya yang koruptor atau ahli kimia yang sukses merakit bom. Semua kesuksesan tersebut adalah kesuksesan yang terjadi karena tidak dilandasi dengan iman yang kuat. Oleh karena itu Allah menyatakan orang berilmu dengan sebutan “ulul albab” dalam Al-qur’an yang artinya “orang-orang yang berfikir”, bukan dengan sebutan “orang-orang yang pintar” atau “orang-orang yang ber-IQ tinggi “. Mengapa? Karena orang yang berfikir adalah orang yang memiliki ilmu dan iman. Misalnya, ketika ia belajar tentang alam semesta maka ia akan berfikir betapa hebatnya Allah yang telah menciptakan alam semesta dengan planet-planet beserta jutaan bahkan milyaran bintang yang terletak dalam gugusan-gugusan yang disebut galaksi yang mana kesemuanya berotasi dan berevolusi tanpa bertabrakan antara satu dengan yang lainnya atau ketika ia belajar tentang struktur atom dalam ilmu kimia maka ia akan berfikir, betapa telitinya Allah yang telah menciptakan benda sekecil dan serumit itu. Semua proses berfikir tersebut akan bermuara pada bertambahnya keimanan seseorang terhadap Allah SWT.
Lalu, apa yang terjadi bila kita ingin meraih kesuksesan dengan iman tanpa dibekali ilmu? Seperti dijelaskan di atas bahwa perwujudan dari iman adalah mengaplikasikan sesuatu yang diikrarkan dalam hati dan dilafazdkan dengan lisan melalui perbuatan. Nah, untuk dapat melakukan perbuatan yang dapat bernilai ibadah juga mendapat pahala itu maka diperlukan ilmu yang cukup sebagai landasannya. Banyak orang yang awalnya ingin melakukan perbuatan yang bernilai ibadah, gagal karena kurangnya ilmu pengetahuan. Contohnya jema’ah haji yang hajinya kurang mabrur karena kurang paham tentang tata cara naik haji, atau seseorang yang tilawah Al-qurannya kurang sempurna karena tidak menguasai ilmu tajwid. Hal-hal tersebut dapat dihindari bila seseorang menjalankan ibadahnya dengan berlandaskan ilmu pengetahuan.
Melihat keunggulan-keunggulan ilmu dan iman serta hubungan antara keduanya, maka akan menjadi solusi yang cerdas dalam meraih keberhasilan jika kita meracik ilmu dan iman menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. “Racikan Ilmu dan Iman” ini adalah bekal untuk menggapai kesuksesan. Tentu saja kesuksesan yang sebenarnya. Kesuksesan di dunia dan di akhirat.
Beruntunglah orang-orang yang mempunyai “Racikan Ilmu dan Iman”. Karena Allah akan menaikkan derajat mereka beberapa derajat seperti yang ada dalam firman-Nya Wahai orang-orang yang beriman , apabila dikatakan kepadamu “Berilah kelapangan dalam majelis-majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan “ Berdirilah kamu “, maka berdirilah , niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjakan” (Q.S Al-Mujadilah:11. Jadi, orang yang memiliki ilmu dan iman akan mendapatkan tempat yang istimewa di mata Allah SWT.
Carilah ilmu pengetahuan sebanyak mungkin, perdalam keimanan dan keyakinan, dan raciklah Ilmu dan Imanmu sebagai bekal untuk memetik daun kesuksesan itu. Bila ilmu dan imanmu telah bersahabat akrab, berjalan bergandeng tangan menemani langkahmu dalam menggapai keberhasilan maka jangan ragu lagi untuk mendekati pintu kesuksesan. Berdirilah di hadapannya dengan penuh keyakinan kemudian ketuk pintunya seraya berkata “Kesuksesan, Aku datang…!!!” 
C.    Kepribadian seorang ilmuwan muslim
1.      Pengertian kepribadian
Kepribadian dalam bahasa Arab disebut as-syakhshiyyah, berasal dari kata syakhshun,  artinya, orang atau seseorang atau pribadi. Kepribadian bisa juga diartikan identitas seseorang (haqiiqatus syakhsh). Kepribadian atau syakhshiyyah seseorang dibentuk oleh cara berpikirnya (aqliyah) dan caranya berbuat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau keinginan-keinginannya (nafsiyah).
Kepribadian berasal dari kata Personality (bahasa Latin) yang berarti kedok atau topeng. Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak atau pribadi seseorang. Hal itu dilakukan oleh karena terdapat ciri-ciri yang khas, yang hanya dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang baik, ataupun yang kurang baik. Secara filosofis dapat dikatakan bahwa pribadi adalah ”aku yang sejati” dan kepribadian merupakan “penampakan sang aku” dalam bentuk prilaku tertentu.
Disini muncul gagasan umum bahwa kepribadian adalah kesan yang diberikan seseorang kepada orang lain yang diperoleh dari apa yang dipikir, dirasakan, diperbuat yang terungkap mealui perilaku.
Selanjutnya berdasarkan pengertian kata-kata tersebut para ahli mengemukakan definisinya sebagai berikut:
a.       Woodworth: Kualitas dari seluruh tingkah laku seseorang.
b.      Morrison: Keseluruhan dari apa yang dicapai seseorang individu dengan jalan menampilkan hasil- hasil kultural dari evolusi social.
c.       Hartmann: Susunan yang terintegrasikan dari ciri-ciri umum seseorang individu sebagaimana yang dinyatakan dalam corak khas yang tegas yang diperhatikannya kepada orang lain.[
d.      William James: kepribadian ialah unsur kesatuan yang berlapis lapis dari diri materi, diri sosial, diri ruhani dan ego murni.
e.       Sigmond Freud: kepribadian adalah terdiri atas tiga sistem yaitu id, ego dan super ego.
f.       Sementara itu John Hocke telah mengemukakan teori tabula, rasa atau papan lilin yang siap untuk digambari, berbeda dengan Islam yang menempatkan fitrah sebagai potensi dasar kejiwaan.
g.      Para intelektual Muslim: mendefinisikan kepribadian yakni merupakan bentuk integrasi antara system kalbu, akal dan nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku
2.      Psikologi dan kepribadian muslim
Para psikolog memandang kepribadian sebagai struktur dan proses psikologis yang tetap, yang menyusun pengalaman-pengalaman individu serta membentuk berbagai tindakan dan respons individu terhadap lingkungan tempat hidup. Dalam masa pertumbuhannya, kepribadian bersifat dinamis, berubah-ubah dikarenakan pengaruh lingkungan, pengalaman hidup, ataupun pendidikan. Kepribadian tidak terjadi secara serta merta, tetapi terbentuk melalui proses kehidupan yang panjang. Dengan demikian, apakah kepribadian seseorang itu baik atau buruk, kuat atau lemah, beradab atau biadab sepenuhnya ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi dalam perjalanan kehidupan seseorang tersebut.
Kepribadian seorang Muslim berarti menuntut agar jiwanya selalu hidup dengan nur ilahi. Inilah yang membedakan antara kepribadian menurut konsep Islam. Kepribadian Islam merupakan ciri khas, watak maupun karakter umat Islam. Kepribadian Muslim atau sering disebut akhlak Islami yaitu prilaku seorang Muslim yang merupakan perpaduan harmonis antara kalbu, akal dan fitrah insani. Kepribadian bagi seorang Muslim ialah yang senantiasa menjaga hatinya untuk selalu taat kepada Allah dan berbahagia karena dekat kepada Allah sehingga memperoleh sinarnya dengan  senantiasa mengerjakan ibadah dan amal saleh lainya.. sedangkan hati yang kotor dan ingkar kepada Allah yang muncul dari anggota badanya adalah sifat keji adalah bekas hati yang kotor dan gelap tanpa sinar.
3.      Pola dan ciri-ciri kepribadian muslim
a.       Salimul Aqidah
Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan- ketentuan-Nya.
b.      Shahihul ‘Ibadah
Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: 'shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.' Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.
c.       Matinul Khuluq
Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. 
d.      Qowiyyul Jismi
Kuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya. 
Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang artinya: 'Mu'min yang kuat lebih aku cintai daripada mu'min yang lemah' (HR. Muslim).
e.       Mutsaqaful Fikri
Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan Al-Qur'an banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berpikir, dalam firman Allah SWT:  “Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah: 'pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: 'Yang lebih dari keperluan.' Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS 2:219).
f.       Mujahadatun Linafsihi
Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatun linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu.  Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam) (HR. Hakim).
g.      Haritsun 'ala Waqtihi
Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam Al-Qur'an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya. Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, Yakni 24 jam sehari semalam. 
Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: 'Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu'. Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memenej waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. 
Maka diantara yang disinggung oleh Nabi Saw adalah: “memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
h.      Munazhzhamun fi Syu'unihi
Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur'an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya. 
i.        Qodirun 'alal Kasbi
Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi. 
j.        Naafi'un Lighoirihi 

Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. HR. Bukhari Muslim: "Khoirunnas Anfa 'uhum linnas", yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar