Selasa, 18 Desember 2018

MAKALAH BIOLOGI AIR TAWAR FITOPLANNKTON< PERIFITON, MAKROFITA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di perairan air tawar terdapat organisme yang berdasarkan cara hidupnya dibedakan atas plankton, neuston, nekton dan bentos. Tumbuh-tumbuhan yang mudah terlihat oleh mata disebut makrofita. Keberadaan makrofita diperairan dapat digunakan sebagai naungan dan tempat makan untuk berbagai jenis hewan, memberi ruang hidup pada mikroorganisme dan menjaga keseimbangan proses dekomposisi bahan organic dalam menyerap karbondioksida dan melepas oksigen. Fitoplankton diperaiaran air tawar didominasi oleh alga hijau. Fitoplankton dikonsumsi oleh zooplankton dan ikan.
Setiap subtract dasar sungai memiliki komponen biotic yang khas. Jenis hewan yang menempati subtract batuan berbeda dengan jenis hewan yang menempati subtract lumpur. Subtract lumpur banyak ditumbuhi makrovita berakar dan dihuni invertebrate. Banyak jenis-jenis invertebrate ini tidak memakan makrovita berakar, tetapi hanya sebagai tempat berlindung. Makanan invertebrate justru tumbuhan seperti alga epifit yang hidup di antara makrovita berakar. Oleh karena lingkungan perairan air tawar sering berubah karena perubahan lingkungan maka perlu dikaji lebih lanjut mengenai perubahan pada dinamika biota perairan termasuk pada fitoplankton, makrofita dan perifiton.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan fitoplankton?
2.      Bagaimanakah jenis dan keanekaragaman fitoplankton?
3.      Bagaimanakah jenis dan peran makrofita pada lingkungan?
4.      Apa sajakah factor yang mempengaruhi keberadaan perifiton?
5.      Bagaimanakah cara meneliti perifiton?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui saja factor-faktor yang mempengaruhi kepadatan fitoplankton
2.      Untuk mengetahui bagaimanakah jenis dan keanekaragaman fitoplankton.
3.      Untuk mengetahui  jenis dan peran makrofita pada lingkungan
4.      Untuk mengetahui yang mempengaruhi keberadaan perifiton
5.      Untuk mengetahui cara meneliti perifiton.














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Fitoplankton
Fitoplankton merupakan sekelompok organisme yang memegang peranan sangat penting dalam ekosistem air, karena hidup fitoplankton terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan dan mempunyai kandungan klorofil yang mampu melakukan proses fotosintesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air yang dilakukan oleh fitoplankton sebagai produsen merupakan sumber energi utama bagi kelompok organisme air lainnya yang berperan sebagai konsumen, dimulai dengan zooplankton dan di ikuti oleh organisme air lainnya seperti ikan melalui rantai dan jaring-jaring makanan. Setidaknya sekitar 90% proses fotosintesis diperairan dilakukan oleh fitoplankton, sedangkan 10% sisanya berasal dari hasil fotosintesis yang dilakukan oleh mikrofita.
Fitoplankton selain disusun oleh sekelompok bakteri terutama juga tersusun dari kelompok ganggang (alga) mikroskopik. Ganggang ini ada yang uniseluler, koloni atau membentuk filamen. Didalam perairan tawar fitoplankton ini hidup bersama dengan zooplankton dan organisme lainnya. Alga yang hidup di air terbuka seperti didanau dan sungai yang arusnya tidak terlalu kuat meliputi hampir seluruh sekelompok takson alga.Populasi ganggang yang berada di perairan danau oligotropik (danau yang memiliki kandungan nutrisi yang rendah) kurang berlimpah dibandingkan dengan danau eutropik (danau yang kaya nutrisi). Pembusukan bahan-bahan organik di dalam danau oligotropik tidak terlalu tinggi sehingga tidak menghabiskan persediaan oksigen. Oleh karena itu, oksigen tidak menjadi nutrien yang membatasi pertumbuhan fitoplankton.
Ekosistem danau ini mempunyai dua lapisan perairan yaitu lapisan perairan yang lebih hangat dan lapisan perairan yang dingin. Lapisan perairan yang lebih hangat berada di lapisan atas (epilimnion) sebaliknya lapisan perairan yang lebih dingin terdapat di dalam metalimnion dan hipoliranion. Lapisan epilimnion merupakan lapisan yang kaya akan oksigen sedangkan lapisan hipolimnion merupakan lapisan yang miskin oksigen. Perbedaan kandungan oksigen pada kedua lapisan tersebut berkaitan dengan jumlah cahaya yang menjadi energi utama dalam proses fotosintesis. Kelimpahan fitoplankton di daerah epilimnion lebih tinggi daripada di daerah hipolimnion.
B.     Faktor faktor yang Mempengaruhi Kepadatan Fitoplankton
Fitoplanton tumbuh padat didalam danau eutrophik karena daerah eutrophik  banyak memberikan nutrisi yang penting bagi fitoplankton, terutama unsure P dan N. namun, meskipun populasi  fitoplanton tinggi kadar oksigen terlarut tetap rendah, karena cahaya tidak dapat menembus perairan. Unsure P dan N adalah unsure yang bermanfaat bagi pertumbuhan fitoplanton.
Fosfat merupakan unsur penting yang terdapat di dalam danau air tawar. Fosfat merupakan nutrient utama bagi fitoplanton. Di dalam sebuah danau eutrofik, dimana populasi ganggang berlimpah-limpah, ketika fosfor juga tersedia berlimpah di dalam suatu danau, nitrogen menjadi terbatas. Pada danau yang seperti ini, ganggang hijau biru jenis tertentu dapat mempunyai keuntungan dalam berkompetisi dengan ganggang lain dan sering kali kelimpahannya mendominasi. Di danau Eutrofik tingkat kematian fitoplanton sangat tinggi akibatnya materi organic busuk dari fitoplanton menumpuk di daerah hipolimnion, hal ini menyebabkan habisnya oksigen di daerah hipolimnion (Hadi,2010)
Faktor berikutnya yang berpengaruh terhadap kepadatan fitoplanton adalah kecepatan arus air. Dimana kepadatan fitoplanton akan berkurang drastis pada kecepatan arus yang lebih besar dari 1 m/detik. Jadi kelimpahan fitoplanton di ekosistem lentik lebih tinggi dibanding pada ekosistem lotik terutama adalah perifiton. Perifiton merupakan organisme tumbuhan yang hidupnya melekat pada subtract yang ada diperairan misalnya pada batang, kayu, batu, cangkang invertebrata,dsb
Selain kecepatan arus air yang berpengaruh antara lain kekeruhan air juga sangat mempengaruhi keberadaan fitoplanton. Singh (1983) mencatat bahwa kepadatan fitoplanton di sungai Gangga (India) pada tingkat kekeruhan 45-55 ppm mencapai 2500 individu/L dan pada saat musim penghujan tingkat kekeruhan meningkat menjadi 600-900 ppm yang menyebabkan kepadatan fitoplanton menurun sangat drastic hanya 100 individu/L (Temala,2002)
 Selain faktor diatas menurut Goldman dan Hone (1983) pertumbuhan fitoplanton dipengaruhi oleh faktor abiotik yaitu intensitas cahaya, suhu, pH, oksigen terlarut, materi organic terlarut dan unsure hara yang terlarut seperti senyawa nitrogeb dan fosfat. Cahaya mempengaruhi fitoplanton karena cahaya diperlukan dalam fotosintesis fitoplanton. Zat hara diperlukan fitoplanton untuk pertumbuhannya. Suhu mempenagruhi fitoplanton karena suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi fitoplanton. (Hadi,2010)

C.    Jenis dan Keanekaragaman Fitoplankton
Fitoplankton terdiri dari berbagai jenis ganggang, yaitu Cyanophyta (ganggang hijau biru), Cryptophyceae (kriptofita), Dinophyceae (dinoflagelata), Chlorophyta (ganggang hijau), Euglenophyta (kelompok euglena), Bacillariophyceae (diatom), Chrysophyceae dan Haptophyceae (ganggang kuning keemasan). Fitoplankton mencukupi kebutuhan energi dan karbon melalui fotosintesis. Nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit pada umumnya adalah vitamin, seperti cyanocobalamin, thiamine, dan biotin. Fitoplankton memerlukan sekitar 20 unsur-unsur untuk pertumbuhan, tetapi hanya karbon, nitrogen dan fosfor yang benar-benar diperlukan sehingga ketidakhadiran unsur tersebut dapat mengatasi laju pertumbuhan fitoplankton. Semua unsur-unsur tersebut terdapat di dalam air pada konsentrasi lebih rendah dibanding yang diperlukan oleh sel, oleh sebab itu fitoplankton memiliki mekanisme yang berkaitan dengan enzim untuk memasukkan unsur tersebut ke dalam sel.


1.      Cyanophyta (ganggang hijau biru)
Cyanophyta merupakan bakteri dengan struktur sel prokariotik sederhana. Cyanobacteria berbeda dengan bakteri lainnya karena adanya klorofil a, pigmen fotosintetik yang dimiliki oleh alga dan tumbuhan tinggi. Cyanobacteria juga mampu menggunakan air sebagai donor elektron didalam fotosintesis. Jadi Cyanobacteria mampu melakukan fotosintesis seperti pada tumbuhan tinggi. Bentuk Cyanobacteria ada yang bersifat unicellular, filamen dan koloni. Kebanyakan dari Cyanobacteria yang planktonic terdiri dari coccoid yaitu famili Chroococcaceae (Microcystis, Coelosphareium dan Coccochloris). Jenis yang filamen (Planktothrix, Limnothrix dan Tychonema), Nostocaceae (Anabena, Aphanizomenon,dan Nodularia) dan Rivulariaceae (Gletrichia).
Cyanobacteria memiliki sel terdiferensiasi yang disebut heterocysts. Heterocysts bisa terdapat pada alga bentuk filamen tetapi jarang pada Oscilatoria. Heterocysts memiliki peran utama dalam proses fiksasi nitrogen. Heterocysts merupakan penyerap cahaya yang utama pada Cyanobacteria. Heterocysts tidak memiliki fotosistem tetapi memiliki kemampuan reduksi yang tinggi.  Lapisan lilin di dalam Heterocysts mampu membatasi laju difusi oksigen dari luar, tetapi nitrogen dapat melaluinya untuk mendukung terjadi proses fiksasi. Lingkungan dalam Heterocysts memungkinkan untuk terjadinya proses fiksasi nitrogen. Tetapi enzim nitrogenase tidak aktif dengan adanya oksigen. Karbon organik dari sel disebelahnya ditransfer ke dalam Heterocysts dan digunakan sebagai suatu sumber energi di dalam proses fiksasi nitrogen.
2.      Chlorophyta (ganggang hijau)
Chlorophyta merupakan kelompok alga yang berukuran besar dan memiliki bentuk bervariasi. Kelompok alga hijau adalah Volvocales dan Chlorococcales. Reproduksi secara aseksual dilakukan melalui pembelahan sel tetapi tidak untuk kelompok Chlorococcales dan Siphonales. Pembagian sel didalam koloni mengakibatkan pelebaran koloni. Koloni tersebut dapat terpecah-pecah dan terbentuklah koloni baru dibentuk dari fragmentasi koloni induk. Reproduksi seksual didalam alga hijau beragam. Cara yang sederhana adalah melalui peleburan dua sel gamet melalui apa yang disebut isogami dan anisogami. Gamet jantan dan betina berflagel, memiliki struktur dan ukuran serupa atau ada yang gamet betinanya sedikit lebih besar dari jantan. Isogami merupakan peleburan gamet jantan dan betina yang ukurannya sama, anisogami merupakan peleburan gamet jantan dan betina yang ukurannya berbeda
3.      Alga Kuning-Hijau (Xanthophyceae)
Anggota Xanthophyceae berbentuk unicellular, koloni dan filamen. Xanthophyceae bercirikan adanya klorofil (pigmen hijau) dan xantofil (pigmen kuning) karena itu warnanya hijau kekuning-kuningan. Semua sel yang motil mempunyai dua flagela, salah satu dari lembut dan lebih panjang dibanding yang lainnya. Xanthophyceae ada yang selnya tidak memiliki dinding, tetapi yang selnya berdinding mengandung pektin dalam jumlah yang besar. reproduksi aseksual pada umumnya melalui pembelahan dan pembentukan zoospora. Kebanyakan alaga Xanthophyceae melekat pada substrat dan epifit pada makrofita. Sebagian besar anggotanya bersifat planktonik dan meliputi genus-genus umum seperti Chlorobotrys, Gleobotrys dan Gleochloris.
4.      Alga Coklat-keemasan
Kromofora Chrysophyceae menghasilkan susunan warna coklat keemasan karena adanya β-karotene dan xanthophyl khusus yaitu karotenoids dan juga mengandung khlorofil a. Kebanyakan dari alga Chrysophycean adalah unicellular contohnya Ochromonas, dan beberapa ada yang berupa koloni contohnya Synura, dan jarang yang berbentuk filamen. Banyak jenis yang tidak mempunyai dinding sel dan dilemgkapi oleh membran sitoplasmik, sedangkan beberapa permukaan sel ditutup oleh plat mengandung zat kapur atau mengandung silika. Reproduksi secara vegetatif dengan pembelahan sel secara membujur. Jenis yang unicellular dengan flagel tunggal meliputi Chromulina, Chrysococcus dan Mallomonas. Chrysophyceae yang berbentuk koloni yang besar misalnya Synura, Chrysophaerella, Uroglena, dan Dinobryon. Beberapa jenis alga Chrysophyceae dapat melakukan fotosintesis dengan phagotrophy. Alga yang phagotrophy mendapat nutrisi dan energi dengan mencerna bakteri.
5.      Diatoms (Bacillariophyceae)
Diatom banyak ditemukan di dalam air. Karakteristik bacillariophyceae adalah memiliki dinding sel dan bentuknya dapat berupa koloni dan unicellular. Kelompok ini dibagi menjadi dua yaitu diatom simetri (central) yang mempunyai simetri radial dan diatom pinatus atau bertagkai (pennales) yang memiliki simetri bilateral. Dinding sel atau frustul diatom terdiri atas dua katup yang cocok satu dengan lainnya. Empat kelompok utama pada diatom bertangkai meliputi, a) Araphidineae (Pseudoraphe, Asterionella, Diatoma, Fragileria); b) Raphidioidineae (Actinelia, Eunotia); c) Monoraphidineae (Achnanthes, Cocconeis); dan  d) Biraphidineae (Amphora, Cymbella, Gomphonema, Navicula). Dinding sel tersusun atas dua belahan yaitu kotak (hipoteca) dan tutup (epiteca). Reproduksi secara vegetatif dengan sel adalah dengan cara membelah diri. Reproduksi seksual terjadi hanya ketika sel merespon kondisi-kondisi lingkungan, misalnya cahaya, temperatur, nutrien, faktor pertumbuhan dan lain-lain.
6.      Cryptophyceae (kriptofita)
Kebanyakan dari alga crytophyceae adalah unicellular dan motil. Anggota plankton Cryptomonadineae misalnya Cryptomonas, Rhodomonas dan Chroomonas. Crytophyceae melakukan reproduksi melalui pembelahan sel secara membujur. Ganggang crytophyceae hampir ada pada semua danau, dengan mengabaikan status yang trophiknya. Kerakteristik crytophyceae meliputi, dan mampu bereproduksi pada cahaya yang berintesitas rendah.
7.      Dinophyceae (dinoflagellata)
Dinoflagellata merupakan alga satu sel berflagel sehingga banyak yang motile. Mayoritas tidak mempunyai diding sel (Gymnodinium). Permukaan sel mempunyai garis melintang dan kerut membujur yang saling berhubungan dan berisi flagel. Dinoflagellata bereproduksi secara seksual, tetapi yang dominan adalah reproduksi aseksual melalui pembentukan aplanospora.
8.      Euglenophyta (kelompok euglena)
Ganggang euglenoid (Euglenophyceae) ukurannya relatif lebih besar dan merupakan fitoplankton yang sesungguhnya. Hampir semua euglenoids adalah unicellular, tidak mempunyai suatu dinding sel dan mempunyai flagella yang berasal dari invaginasi membran sel. Reproduksi terjadi dengan pembelahan sel secara longitudinal. Euglenoid mendapatkan nutrisi melalui fotosintesis, tetapi sebagian ada yang bersifat fagotrofik. Amoniak dan campuran nitrogen organik adalah sumber nitrogen yang penting bagi kebanyakan ganggang euglenoid.
9.      Alga Coklat dan Merah
Alga coklat (Phaoephyta) kebanyakan berbentuk filamen atau ganggang bertalus. Sebagian besar hidup di air laut, yang hidup di air tawar hidupnya melekat pada substrat. Ganggang merah (Rhodophyta) juga sangat jarang yang tersebar pada perairan tawar. Jenis yang bertalus (Batrachospermum) hidup terbatas pada air yang berarus dan teroksigenasi dengan baik.

D.    Pengertian Makrofita
Tumbuhan air atau makrofita yang hidup pada suatu lingkungan perairan dapat dikatakan sebagai salah satu faktor ekologis di suatu perairan, karena tumbuhan air merupakan sumber utama makanan primer bagi kehidupan organisme air misalnya ikan. Apabila keberadaannya cukup padat di lingkungan perairan, maka tumbuhan air tidak hanya sebagai faktor ekologi, melainkan dapat sebagai faktor pembatas karena dapat mengakibatkan kekurangan oksigen di perairan tersebut. Makrofita mempunyai peran penting dalam meningkatkan kualitas oksigen terlarut di lingkungan perairan karena pada tumbuhan air mempunyai klorofil, dan juga sebagai sumber pakan bagi ikan gurami ataupun nila, selain itu juga sebagai runtuhan (sisa-sisa) yang essensial untuk organisme saprofit.
Sibontang (1988), menyatakan bahwa dari kelompok makrofita, nutrien diasimilasikan dari endapan oleh makrofita yang memiliki daun mengembang, berakar dan mengapung dari makrofita terapung bebas. Pada makrofita berakar terbenam akan memperoleh nutriennya terutama pada batas air dengan endapan, dimana konsentrasi jauh lebih besar dari pada dalam air. Tersedianya cahaya merupakan faktor utama yang mengatur pertumbuhan dan interaksi kompetitif pada makrofita aquatik. Pertumbuhan makrofita biasanya lebih tinggil pada endapan yang kaya bahan organik dari pada endapan pasir.

E.     Jenis Makrofita
Makrovita bersifat makroskopik, berbeda dengan tumbuhan lain, ganggang misalnya, yang biasanya mikroskopik. Kebanyakan makrofita membutuhkan akar dan oleh karena itu berkembang didalam air yang relative dangkal. Makrofita di danau tumbuh secara normal dan muncul dari air. Makrofita yang tumbuh tinggi misalnya Phragnites. Makrofita yang daunnya mengapung datar di permukaan air adalah bunga teratai (Nymphaea) dan rumput-rumputan liar (misalnya Patamogeton). Sebagian tumbuhan ada yang berada pada dasr air seperti Myriophyllum dan Ceratophyllum. Diantara tumbuhan yang megapung pada permukaan, tumbuhan yang paling kecil menempati tempat ini adalah Lemma, dan yang paling besar meliputi eceng gondok (Eichornia) dan sejenis paky (Salvinia)
Pada tumbuhan air, daun- daun dan batang makrofita berisi rongga udara yang besar yang berisi tumbuhan tersebut apabila kekurangan oksigen. Keseluruhan tumbuhan yang ada pada permukaan air tidak bisa memperoleh oksigen dari udara bebas dan harus mengambil udara dan air. Mereka mempnyai daun-daun sangat tiptis dan sebagian besar oksigen hasil fotosintesis tidak semua dikeluarkan, hal itu bertujuab untuk mengurangi kekurangan pada akar. Beberapa jenis tumbuhan air yang tergolong makrofita diantaranya:
1.      Tumbuhan teratai
Teratai merupakan nama umum untuk genus Nymphaea yang merupakan tumbuhan air. Tanaman teratai memiliki ciri khas dengan daun yang mengambang di permukaan air yang tenang. Tanaman teratai pun menghasilkan bunga mempesona yang memiliki warna beraneka ragam. Di beberapa daerah di Indonesia teratai dikenal dengan beberapa nama yang hampir mirip seperti teratai, dan terate. Dalam bahasa Inggris, bunga dari genus Nymphaea ini dikenal sebagai water-lily atau waterlily.





Klasifikasi Ilmiah bunga teratai:
Kingdom      : Plantae
Subkingdom :Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi  : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi            : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas            : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas     : Magnoliidae
Ordo             : Nymphaeales
Famili           : Nymphaeaceae                               
Genus           : Nymphaea 
 Tanaman teratai tumbuh di permukaan air yang tenang. Tanaman teratai  juga memiliki daun yang tumbuh mengambang di permukaan air. Bunga teratai  terdapat di permukaan air, bunga dan daun teratai keluar dari tangkai yang berasal dari rizoma yang berada di dalam lumpur pada dasar kolam, sungai atau rawa.

2.      Tumbuhan krangkong  (Ludwigia adscendens)

Merupakan tumbuhan air yang tumbuh secara liar di tepi-tepi sungai, sawah atau ditempat-tempat yang berair, pada ketinggian 10 m sampai 1600 m di atas permukaan laut. Berbunga pada bulan Mei-Agustus dan pengurnpulan bahan dapat dilakukan sepanjang tahun.

                           

Klasifikasi

Kingdom    : Plantae

Divisi          :Spermatophyta
Sub Divisi   :Angiospermae
Kelas           :Dicotyledoneae

Sub Kelas   :Dialypetalae
Bangsa        :Myrtales
Suku           :Onagraccae
Marga         :Ludwigia
Spesies        :
Ludwigia adscendens (L.)


3.      Tumbuhan kangkung
         







Kangkung (Ipomoea aquatica) merupakan sejenis tumbuhan yang termasuk jenis sayur-sayuran dan di tanam sebagai makanan. Kangkung banyak dijual di pasar-pasar. Kangkung banyak terdapat di kawasan Asia dan merupakan tumbuhan yang dapat dijumpai hampir di mana-mana terutama di kawasan berair. Kangkung termasuk suku Convolvulaceae atau keluarga kangkung-kangkungan. Merupakan tanaman yang tumbuh cepat dan memberikan hasil dalam waktu 4-6 minggu sejak dari benih. Terna semusim dengan panjang 30-50 cm ini merambat pada lumpur dan tempat-tempat yang basah seperti tepi kali, rawa-rawa, atau terapung di atas air. Biasa ditemukan di dataran rendah hingga 1.000 m di atas permukaan laut. Tanaman bernama Latin Ipomoea reptans ini terdiri dan dua varietas, yakni kangkung darat yang disebut kangkung cina dan kangkung air yang tumbuh secara alami di sawah, rawa, atau parit.
Bagian tanaman kangkung yang paling penting adalah batang muda dan pucuknya sebagai bahan sayur-mayur. Menurut Dr. Setiawan, kangkung mempunyai rasa manis, tawar, sejuk. Sifat tanaman ini masuk ke dalam meridian usus dan lambung. Efek farmakologis tanaman ini sebagai antiracun (antitoksik), antiradang, peluruh kencing (diuretik),menghentikan perdarahan (hemostatik), sedatif (obat tidur). Selain vitamin A, B1, dan C, kangkung juga mengandung protein, kalsium, fosfor, besi, karoten, hentriakontan, sitosterol.
Secara anatomi tanaman kangkung memiliki akar serabut yang tumbuh disetiap ruas batang, sehingga memiliki daya hisap yang tinggi terhadap logam-logam yang ada di sungai. Stuktur batang yang berongga berguna untuk mempercepat proses kapilaritas dari batang. Akibatnya kemampuan untuk mengangkut air limbah bisa terjadi dengan cepat. Struktur daun yang terdiri dari 3-5 lima helai dengan struktur daun yang tipis menyebabkan tumbuhan mudah kehilangan air karena air yang ada di dalam menguap. Hilangnya air yang menguap akan menyebabkan tekanan pada daun menjadi rendah sehingga menarik air yang ada di pembuluh. Isapan daun ini akan membuat air yang terdapat di akar naik ke atas. Dengan stuktur anatomi, morfologi dan fisiologi kangkung yang seperti ini sehingga tanaman ini dapat menyerap berbagai jenis polutan yang ada di sungai. (Anonim,Tanpa tahun)
4.      Tumbuhan  Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)
Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solm.) merupakan tanaman gulma di wilayah perairan yang hidup terapung pada air yang dalam atau mengembangkan perakaran di dalam lumpur pada air yang dangkal. Eceng gondok berkembangbiak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari. Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Sumatera Utara di Danau Toba (2003) melaporkan bahwa satu batang eceng gondok dalam waktu 52 hari mampu berkembang seluas 1 m2, atau dalam waktu 1 tahun mampu menutup area seluas 7 m2. Heyne (1987) menyatakan bahwa dalam waktu 6 bulan pertumbuhan eceng gondok pada areal 1 ha dapat mencapai bobot basah sebesar 125 ton.
Perkembangbiakannya yang demikian cepat menyebabkan tanaman eceng gondok telah berubah menjadi tanaman gulma di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Di kawasan perairan danau, eceng gondok tumbuh pada bibir-bibir pantai sampai sejauh 5-20 m. Perkembangbiakan ini juga dipicu oleh peningkatan kesuburan di wilayah perairan danau (eutrofikasi), sebagai akibat dari erosi dan sedimentasi lahan, berbagai aktivitas masyarakat (mandi, cuci, kakus/MCK), budidaya perikanan (keramba jaring apung), limbah transportasi air, dan limbah pertanian.(Pasaribu,Tanpa Tahun)

F.       Peran Makrofita
Makrofita di perairan selain berdampak negatif juga mempunyai fungsi positif bagi perikanan. Hasil penelitian Petr (2000), Pokorny & Kvet (2004), Pipalova (2006), dan Krismono et al., (2007) menyatakan bahwa makrofita merupakan komponen yang penting dalam ekosistem sebagai habitat pemijahan ikan, asuhan ikan, menempelnya pakan alami dan penyerap konsentrasi nutrien serta logam berat. Secara umum pengaruh makrofita pada ekosistem danau merupakan bagian dari rantai stabilitas perairan.
Eceng gondok dapat berfungsi sebagai pembersih limbah rumah tangga. Eceng gondok juga dapat membersihkan waduk dan danau dari polutan pestisida dan logam berat. Hal ini telah dibuktikan secara histologis oleh Warrier & Seroja (2008). Eceng gondok dapat tumbuh cepat 3% hari-1  khususnya di saluran-saluran air Sungai Musi Sumatera selatan. Eceng gondok berkembang biak dalam satu minggu dapat tumbuh dua kali lipat.

G.      Faktor yang Berpengaruh terhadap Keberadaan Perifiton
Produktivitas dan biomassa perifiton dikontrol oleh energi dan input atau masukan nutrien. Faktor dasar yang mengontrol produktivitas fitoplankton dan perifiton adalah suhu, cahaya, ketersediaan makro-mikronutrien dan substrat. Pada daerah yang dalam biasanya cahaya menjadi faktor pembatas pertumbuhan perifiton.
1.      Substrat
Keberadaan perifiton tidak terlepas dari adanya substrat tempat hidupnya. Perkembangan perifiton menuju kemantapan komunitasnya sangat ditentukan oleh kemantapan substrat. Berdasarkan substrat yang didiami, perifiton dapat dibedakan atas:
§  epipelik, mikroorganisme yang menempel pada permukaan sedimen;
§  epilitik, mikroorganisme yang menempel pada permukaan batuan;
§  epifitik, mikroorganisme yang menempel pada permukaan tumbuhan;
§  epizoik, mikroorganisme yang menempel pada permukaan hewan;
§  episamik, mikroorganisme yang hidup dan bergerak diantara butiran-butiran pasir;
§  epidendrik, mikroorganisme yang menempel pada permukaan batang kayu.
Substrat buatan merupakan benda yang secara sengaja dibuat untuk dijadikan media tumbuh suatu organisme, misalnya perifiton. Disebutkan keuntungan dari penggunaan substrat buatan dalam penelitian komunitas perifiton antara lain adalah mudah standarisasinya, karena substrat dari masing-masing organisme dapat disamakan di tiap-tiap stasiun pada waktu yang sama sehingga organisme disetiap lokasi mempunyai kesempatan yang sama untuk melekat dan tumbuh. Selain itu ketepatan laju pertumbuhan dan laju akumulasinya dapat ditentukan dan dibandingkan, pengumpulan datanya mudah, dan memungkinkan menjadikan perifiton sebagai petunjuk yang peka bagi kualitas air. Kerugian dalam menggunakan substrat buatan antara lain spesies yang hidup secara alami mungkin tidak terambil; laju akumulasi pada hakekatnya bukan merupakan produktivitas karena pertumbuhannya dimulai pada tempat yang kosong. Menurut Collins and Weber in Biggs (1988) dalam menggunakan substrat buatan ada tiga faktor yang perlu diperhatikan, yaitu:
o   Waktu pemaparan, yang akan mempengaruhi perluasan pertumbuhan
o   Kecepatan arus, yang dapat menguntungkan beberapa taksa
o   Musim.
Waktu pemaparan merupakan faktor yang paling penting, karena dapat mengakibatkan fluktuasi yang besar terhadap biomassa yang tidak berhubungan dengan gangguan fisik atau kualitas air. Schwoerbel (1972) in Supriyanti (2001) menyatakan bahwa warna substrat tidak berpengaruh terhadap perifiton. Penempatan substrat di daerah yang sangat subur dan tercemar, letak lempengan horisontal tidak memberikan hasil yang baik, adanya sedimentasi yang intensif menyebabkan detritus dengan cepat menutupi gelas, sehingga pada daerah ini posisi vertikal lebih baik. Untuk daerah oligotrofik, posisi horisontal akan memberikan hasil yang baik.
2.        Kualitas air
Kondisi perairan sebagai tempat hidup perifiton terdiri atas komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi. Komponen abiotik pada perairan diantaranya adalah kualitas perairan yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan komunitas perifiton.
·      Suhu
Organisme diperairan umumnya memiliki toleransi yang sempit terhadap suhu. Perubahan suhu mengakibatkan perubahan pola sirkulasi dan stratifikasi yang jelas berpengaruh besar atas kehidupan organisme akuatik, suhu optimum pada perairan berkisar antara 30-35 oC (Odum 1971). Menurut (APHA 1995), suhu air dipengaruhi oleh substrat, kekeruhan, suhu, tanah dan air hujan, serta pertukaran panas udara dan permukaan air. Organisme perairan yang hidup secara alami di suatu perairan adalah jenis-jenis yang dapat menyesuaikan diri dengan suhu air dan sifat kualitas atau kondisi air. Suhu berpengaruh terhadap kelarutan gas-gas dalam air, termasuk oksigen.
Kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air juga memperlihatkan peningkatan dengan naiknya suhu perairan yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10 °C akan meningkatkan meningkatkan konsumsi oksigen organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat (Haslam 1995). Suhu yang optimal bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 20-30 °C (Ray and Rao 1964). Proses fotosintesis dan pertumbuhan sel alga maksimum terjadi pada kisaran suhu 25-40 °C (Reynolds 1990).
·      Derajat keasaman (pH)
Nilai pH didefinisikan sebagai logaritma dari perbandingan timbal balik antara ion hidrogen bebas. Nilai pH air alami ditentukan oleh besarnya interaksi ion H+ dari pelepasan H2CO3 dan dari ion OH- yang dihasilkan dari hidrolisis bikarbonat. Oksidasi dari batu pyrit dan tanah pada badan sungai dapat menghasilkan asam sulfur dan dapat menurunkan nilai pH perairan (Wetzel 1983). Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa parameter antara lain aktivitas biologi, suhu, kandungan oksigen, dan adanya ion-ion. Dari hasil aktivitas biologi dihasilkan CO2 yang merupakan hasil respirasi, CO2 inilah yang akan membentuk ion buffer atau penyangga untuk kisaran pH diperairan agar tetap stabil (Pescod, 1973). Ray and Rao (1964) menyatakan pH optimum untuk perkembangan diatom antara 8,0–9,0. Diatom mulai berkurang perkembangannya pada nilai pH antara 4,6–7,5, namun demikian pada kisaran pH tersebut masih didapatkan berbagai jenis diatom.
·      Kecerahan
Cahaya matahari sangat penting dalam proses fotosintesis pada perifiton autotrof. Sehingga keberadaan cahaya matahari merupakan faktor pembatas bagi perifiton. Setiap jenis perifiton membutuhkan suhu dan cahaya tertentu untuk pertumbuhan maksimumnya (Fogg 1965). Intensitas cahaya matahari dapat diukur dengan tingkat kecerahan perairan. Kecerahan suatu perairan mempengaruhi daya tembus cahaya yang memasuki perairan. Sering kali penetrasi cahaya terhalang oleh partikel-partikel kecil dalam air. Apabila kekeruhan air disebabkan oleh jasad-jasad hidup, maka nilai kecerahan merupakan indikasi produktivitas (Odum 1971). Kecerahan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air.
·         Unsur hara
Unsur hara yang terdapat dalam perairan memiliki pengaruh terhadap perkembangan komunitas perifiton. Nitrogen dan fosfor merupakan unsur hara perairan yang terdapat dalam bentuk senyawa seperti ammonia, nitrit, nitrat dan ortofosfat.
o  Nitrogen
Senyawa nitrogen ditemukan pada tumbuhan dan hewan sebagai penyusun protein dan klorofil. Nitrogen adalah unsur penting bagi makhluk hidup disamping karbon, hidrogen, dan oksigen. Nitrogen adalah komponen utama di dalam metabolisme protein. Nitrogen di perairan berada dalam bentuk senyawa anorganik seperti nitrit (NO2), nitrat (NO3), amonium (NH4), dan amonia (NH3) serta jumlahnya realatif sedikit. Kekurangan nitrogen akan berakibat terbatasnya produksi protein dan materi-materi lain yang dibutuhkan untuk memproduksi sel-sel baru (Garcia and Garcia 1985).
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat yang merupakan sumber nitrogen bagi tumbuhan selanjutnya dikonversi menjadi protein. Nitrat juga merupakan zat hara penting bagi organisme autotrof dan diketahui sebagai faktor pembatas pertumbuhan (APHA 1995). Nitrat nitrogen bersifat mudah larut dan stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Kadar amonia dan nitrat yang sesuai untuk pertumbuhan alga < 0,5 mg/l.
o   Fosfor
Fosfor yang berada dalam perairan umumnya ditemukan dalam bentuk senyawa organik dan anorganik. Senyawa anorganik berada dalam bentuk fosfat dan polifosfat, sedangkan yang berbentuk senyawa organik berupa gula fosfat dan hasil-hasil oksidasinya merupakan senyawa yang tidak mudah terurai. Fosfor yang terdapat di air berasal dari dekomposisi organisme yang telah mati. Senyawa fosfat dapat berasal dari proses erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan tumbuhan serta limbah industri, pertanian dan domestik.
Keberadaan fosfat di air dipengaruhi oleh proses biologi dan fisika, yaitu pemanfaatan fitoplankton maupun pergerakan massa air. Kandungan fosfat akan meningkat dengan meningkatnya kedalaman. Konsentrasi fosfor sering menjadi faktor pembatas di perairan alami. Fosfor merupakan unsur pembatas pertumbuhan yang umum pada perifiton meskipun fosfor ini dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit.
Keberadaan fosfor yang berlebihan dan diikuti dengan keberadaan nitrogen dapat menstimulir peledakan pertumbuhan alga di perairan. Alga yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi cahaya matahari dan oksigen sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan. Nilai kisaran ortofosfat yang baik bagi pertumbuhan perifiton adalah 0,011–0,1 mg/l, pada nilai kisaran tersebut perairannya tergolong subur.
3.        Komunitas Perifiton
Komunitas perifiton terbentuk dari perifiton yang berkolonisasi pada suatu media (substrat). Kolonisasi dapat diartikan sebagai suatu proses pertumbuhan dan perkembangan dari suatu populasi organisme pada suatu media hidup. Kolonisasi dapat terjadi bila segala kebutuhan hidup organisme terpenuhi atau bila terdapat kesempatan untuk mengisi relung yang belum termanfaatkan. Strukturisasi merupakan proses perkembangann koloni-koloni yang berhasil mengisi relung-relung yang tersedia pada media hidup. Dengan demikian proses ini menunjukkan kompleksitas dari komunitas pada media hidup tersebut.
Komunitas yang terdiri dari berbagai populasi bersifat dinamis dalam interaksinya yang berarti dalam ekosistem mengalami perubahan sepanjang masa. Perkembangan ekosistem menuju kedewasaan dan keseimbangan dikenal sebagai suksesi ekologis atau suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem klimaks atau telah tercapai keadaan seimbang.



H.      Cara Meneliti Perifiton
Seorang ilmuwan untuk meneliti perifiton, sebelumnya harus mengerti habitatnya untuk menemukan perifiton tertentu sesuai dengan kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan. Danau, sebagai perairan tergenang, memiliki karakteristik antara lain berarus lambat, retention time relatif lama, memiliki stratifikasi lapisan secara vertikal, serta biota yang hidup tidak memiliki adaptasi khusus. Komunitas tumbuhan dan hewan tersebar di danau sesuai dengan kedalaman dan jaraknya dari tepi. Rutner (1974) menjelaskan mengenai zonasi yang berperan dalam membentuk struktur komunitas perifiton, yaitu:
a.       Zona eulitoral, adalah daerah pinggiran yang masih mendapatkan percikan air. Daerah ini ditumbuhi perifiton yang mampu bertahan terhadap perubahan lingkungan yang cukup ekstrim.
b.      Zona sublitoral atas, yaitu zona perairan yang masih dapat ditembus sinar matahari, perubahan suhu kecil dan tidak berarti. Zona ini memiliki komposisi perifiton yang paling kaya.
c.       Zona sublitoral bawah, yaitu zona air yang kurang mendapat sinar matahari. Intensitas cahaya dan suhu menurun menurut wilayah termoklin, dengan kondisi demikian, jenis alga hijau secara kuantitatif menurun, namun masih layak bagi diatom, alga biru dan alga merah.
d.      Zona air gelap, pada zona ini komunitas perifiton jenis alga autotrof semakin menghilang dan digantikan jenis-jenis heterotrof.
            Di bawah ini adalah tahap-tahap yang dilakukan dalam meneliti komunitas perifiton serta parameter fisika-kimia oleh Niken Pratiwi, 2007 yaitu:
1.      Pengambilan contoh air pada lokasi (geologi) yang telah ditentukan, yang mana diambil dari bermacam-macam jenis substrat.
2.      Sambil mengambil contoh air dari bermacam-macam substrat, peneliti dapat melakukan analisis parameter fisika dan kimia perairan, yaitu suhu, arus, DO, pH, kekeruhan (turbiditas), TSS, TDS, DHL, BOD5, COD, dan unsur hara (nitrat, ammonia, dan ortofosfat). Di samping parameter-parameter tersebut, terdapat beberapa parameter yang berkaitan dengan hidrologi sungai yaitu lebar badan sungai, lebar sungai, kedalaman, kecepatan arus, dan debit air.
3.      Analisis komunitas perifiton: Berdasarkan kelimpahan (modifikasi Eaton et al., 1995) setiap genus perifiton dilakukan penghitungan terhadap keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) (Odum, 1971). Untuk menguji kesamaan nilai tengah kelimpahan selama pengamatan dilakukan uji Kruskal-Wallis (Walpole, 1995). Selain itu, dilakukan analisis tingkat kesamaan kelimpahan perifiton terhadap waktu pengamatan (Walpole, 1995), analisis kualitas lingkungan perairan menurut National Sanitation Foundation’s/NSF (Ott, 1978) serta dengan klasifikasi saprobik dan koefisien sistem saprobik (modifikasi Dresscher dan Van der Mark, 1976 in Soewignyo et al., 1986). Untuk melihat hubungan kelimpahan perifiton parameter fisika dan kimia perairan, digunakan pendekatan analisis statistik uji Pearson correlation.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan penguraian materi diatas, dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1.      Fitoplankton merupakan sekelompok organisme yang memegang peranan sangat penting dalam ekosistem air, fitoplankton selain disusun oleh sekelompok bakteri terutama juga tersusun dari kelompok ganggang (alga) mikroskopik.
2.      Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepadatan fitoplankton yaitu adanya unsur P, N dan juga kecepatan arus air
3.      Fitoplankton terdiri dari berbagai jenis ganggang, yaitu Cyanophyta (ganggang hijau biru), Cryptophyceae (kriptofita), Dinophyceae (dinoflagelata), Chlorophyta (ganggang hijau), Euglenophyta (kelompok euglena), Bacillariophyceae (diatom), Chrysophyceae dan Haptophyceae (ganggang kuning keemasan)
4.      Makrovita bersifat makroskopik diantaranya yaitu tanaman teratai, tanaman krangkong, tanaman kangkung, Hydrlla, dan eceng gondok
5.      Faktor dasar yang mengontrol produktivitas fitoplankton dan perifiton adalah suhu, cahaya, ketersediaan makro-mikronutrien dan substrat.

B.     Saran
Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Penulis menyadari tanpa adanya saran dan perbaikan, penulis tidak dapat mengoreksi keberhasilan pembuatan makalah ini.




DAFTAR PUSTAKA

Angelina, Dinda Fitryani. 2010. Perkembangan Komunitas Perifiton pada Substrat Buatan dengan Kedalaman Berbeda di Danau Lido, Bogor. (online),(http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62387/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf). Diakses pada tanggal 28 November 2018

Anonim, Tanpa Tahun. Tanaman Kangkung. (Online) http://www.google.com/tanaman/kangkung  diakses pada tanggal 28 November 2018

Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.

Pasaribu,G. Tanpa Tahun. Pengolahan Eceng Gondok Sebagai Bahan Baku Kertas Seni. (Online) diakses pada tanggal 28 November 2018

Pratiwi, Niken Tunjung Murti, Habib Krisna Wijaya, EnamM. Adiwilaga, Tyas Agung Pribadi. 2011. Komunitas Perifiton Serta Parameter Fisika-Kimia Perairan Sebagai Penentu Kualitas Air di Bagian Hulu Sungai Cisadane, Jawa Barat. (Online), (http://www.academia.edu/2062898/Perifiton_ dan_Parameter_Fisika-Kimia_Perairan_sebagai_Pendugaan_Kualitas_Air. Diakses tanggal November 2018


Suwono, Hadi. 2010. Dasar-Dasar Limnologi. Surabaya: Putra Media Nusantara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar