KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah swt, karena dengan hidayanya sehingga makalah Pengelolahan
Lingkungan dengan judul “Fitoremediasi
Solusi Pencemaran Lingkungan Limbah Domestik (Detergent) Di Jalan Tallasalapang 1” dapat terselesaikan sesuai dengan rencana. Terimah
kasih penyusun ucapkan kepada dosen mata kuliah yang bersangkutan atas
bimbingannya dalam menyelesaikan makalah ini dan kepada teman-teman yang
mendukung dan turut serta dalam membantu demi terselesaikannya makalah ini,
serta terimah kasih kepada senior – senior atas bantuannya dalam menyelesaikan
makalah ini.
Makalah
ini kami susun sebagai tugas pokok dengan mata kuliah Pengelolahan Lingkungan
dan sebagai persyaratan untuk mengikuti mata kuliah ini. Penyusun mengharapkan
agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua kalangan, terutama dalam
kalangan mahasiswa khususnya bagi penyusun.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritikan
dan saran yang bersifat membangun demi penyelesaian makalah selanjutnya.
Makassar, April
2018
Penyusun
Kelompok I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan
kualitas hidup telah dimulai sejak peradaban manusia ribuan tahun yang lalu yaitu
dalam usaha mendapatkan kesenangan hidup yang akan dinikmati oleh diri sendiri
maupun yang akan diwariskan ke generasi selanjutnya. Usaha peningkatan
pengusahaan sumber daya alam ini dari waktu ke waktu mengalami peningkatan.
Sehingga yang terjadi dimasa yang akan datang sumber daya alam ini akan musnah
karena dapat mengeruk hasil kekayaan alam agar dapat terpenuhi kepuasan hidup
harian bagi masyarakat. Pengelolaan lingkungan hidup yang terorganisir telah
diatur dalam Undang Undang No. 23 Tahun 1997 yang menyatakan lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Ruang lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang,
tempat, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan Nusantara dalam
melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya. Pengelolaan
lingkungan hidup di Indonesia menjadi masalah serius yang harus segera diatasi
mengingat besarnya tingkat kerusakan lingkungan yang telah terjadi. Upaya-upaya
tersebut sangat erat kaitannya dengan aktivitas keseharian manusia yang selama
ini dianggap dapat mengancam kelestarian dan kestabilan lingkungan.
Pengelolaan lingkungan hidup merupakan
kewajiban bersama berbagai pihak baik pemerintah, pelaku industri dan
masyarakat luas. Hal ini menjadi penting mengingat Indonesia sebagai negara semi industri. Sebagaimana lazimnya negara yang
semi industri, target yang lebih diutamakan adalah peningkatan pertumbuhan
output, sementara perhatian terhadap eksternalitas negatif dari pertumbuhan
industri tersebut sangat kurang.
Pola perilaku masyarakat kadang mengesampingkan pegelolaan
lingkungan yang menghasilkan berbagai jenis-jenis limbah dan sampah. Limbah
bagi lingkungan hidup sangatlah tidak baik untuk kesehatan maupun bagi
kelangsungan hidup bagi masyarakat umum, salah satu limbah yang paling
berbahaya ialah limbah cair
domestik (Limbah Detergent). Populasi penduduk sisa penggunaan detergent
semakin banyak setiap harinya. Peningkatan jumlah limbah akibat pencucian pakaian
yang dihasilkan ini memiliki dampak langsung kepada lingkungan apabila tidak
dikelola dan diolah dengan baik, hal ini tentu saja dapat merusak lingkungan karena limbah
detergent memiliki kandungan BOD dan Ph yang
tinggi.
Muhajir (2013) mengemukakan BOD (Biological Oxygen Demand) didefinisikan
sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh
mikroorganisme untuk memecahkan bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air.
Pemeriksaan BOD yang diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air
buangan penduduk atau industri, dan untuk mendesain sistem pengelolaan biologis
bagi air yang tercemar tersebut. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa
organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya
diperoleh dari proses oksidasi.
Peraturan Pemrintah Kementrian Lingkungan Hidup. Permen LH NO 5 Tahun 2014
menyatakan bahwa tingkatan BOD yang diperbolehkan sebagai beban pencemaran
limbah ialah ≤ 1500 ppm (parts per million) atau setara dengan ≤ 1500 mg/L.
Fadiaz (1992) dalam (Hermawati : 2005) mengemukakan bahwa
limbah detergent bersifat alkalis dan air ledeng yang digunakan sebagai
pengenceran detergent mengandung
kapur, adanya zat kapur didalam air akan mengubah sistem penyangga (buffer) air dan mengakibatkan terjadinya
perubahan nilai ph. Faktor Ph berperan penting dalam fitoremediasi karena
berpengaruh pada kelarutan unsur hara yang menyebabkan adanya pertumbuhan bagi
tanaman. pH yang tinggi akan menghambat kelarutan unsur hara dan pertumbuhan
tanaman. Hermawati (2005) mengemukakan bahwa kondisi ph yang baik untuk
penyerapan phosphat oleh tanaman berkisar antara 6-8, dibawah atau diatas angka
tersebut maka penyerapan unsur phosphat akan terganggu.
Berdasarkan permasalahan diatas maka penulis melakukan
sebuah penelitian yaitu Fitoremediasi
Limbah Domestik (Detergent) Melalui
Eceng Gondok (Echornia crassipes)
untuk Mengatasi Pencemaran Lingkungan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Stefhany (2013), bahwa fitoremediasi menggunakan tumbuhan Eceng
gondok dapat menurunkan kandungan fosfat pada limbah Detergent.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana pencemaran limbah cair domestic (detergent) di Jalan.
Tallassalapang 1?
2.
Apakah
solusi yang dapat dilakukan agar mampu menjernihkan limbah cair
domestik (detergent) ?
C.
Manfaat
1. Dapat
mengetahui pencemaran limbah cair domestic (detergent) di Jalan. Tallassalapang
1
2. Dapat
megetahui solusi yang dapat dilakukan
agar mampu menjernihkan limbah
cair domestik (detergent)
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Fitoremediasi
Fitoremediasi
didefenisikan sebagai peggunaan tanaman atau tumbuhan untuk menyerap mendegradasi,
menghilangkan, menstabilkan atau menghancurkan bahan pencemar khususnya logam
berat maupun senyawa organic lainnya
Menurut Notodarmojo (Argita, 2016)
fitoremediasi adalah penggunaan tanaman untuk menghilangkan polutan dari tanah
atau perairan yang terkontaminasi. Menurut Sitompul (2013) fitoremediasi merupakan proses bagi tumbuhan dan mikroorganisme yang hidup di akar
tumbuhan bermutualisme dan melakukan pengolahan terhadap parameter-parameter
yang terdapat pada limbah cair.
Menurut Rasikin (2015) fitoremediasi
memanfaatkan tumbuhan hijau khususnya tumbuhan air seperti Eceng gondok,
teratai, kulit pisang, dan lain-lain serta bekerja sama dengan mikrobiota,
enzim, konsumsi air, perubahan tanah, dan teknik agronomi untuk menghilangkan,
memuat, atau menyerahkan kontaminan berbahaya dari lingkungan seperti logam
berat, pestisida, xenobiotik, senyawa organik, polutan aromatik beracun,
drainase pertambangan yang asam.
Fitoremediasi merupakan salah satu
proses yang dapat diterapkan untuk mengurangi kandungan-kandungan kimiawi yang
terdapat pada limbah cair. Selain itu, menurut Rondonuwu (2014), sudah banyak
hasil penelitian yang membuktikan keberhasilan penggunaan tumbuhan untuk
remediasi dan tidak sedikit tumbuhan yang dibuktikan sebagai hiperakumulator
adalah species yang berasal dari
daerah tropis.
Menurut Syaputra (Tanzerina, 2013) metode
fitoremediasi merupakan suatu sistem dimana tumbuhan tertentu yang bekerjasama
dengan mikroorganisme dalam media (tanah, koral, dan air) dapat merubah zat
kontaminan (pencemar atau polutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan
menjadi bahan yang berguna secara ekonomi.
Menurut Kelly (Razikin, 2015) mekanisme kerja
fitoremediasi terdiri dari beberapa konsep dasar yaitu: fitoekstraksi, fitodegradasi,
fitostabilisasi, rhizofiltrasi dan interaksi dengan mikroorganisme pendegradasi
polutan. Fitoekstraksi merupakan penyerapan polutan oleh tanaman dari air atau
tanah dan kemudian di akumulasi, tanaman seperti itu disebut dengan
hiperakumulator. Setelah polutan terakumulasi, tanaman bisa dipanen dan tanaman
tersebut tidak boleh dikonsumsi tetapi harus di musnahkan dengan insinerator
kemudian dilandfiling. Fitovolatiliasi merupakan proses penyerapan polutan oleh
tanaman dan polutan tersebut diubah menjadi bersifat volatil dan kemudian ditranspirasikan oleh tanaman. Polutan yang
dilepaskan oleh tanaman ke udara sama seperti bentuk senyawa awal polutan, bisa
juga menjadi senyawa yang berbeda dari senyawa awal.
Fitodegradasi adalah proses penyerapan polutan
oleh tanaman dan kemudian polutan tersebut mengalami metabolisme polutan di
dalam tanaman melibatkan enzim antara lain nitrodictase,
laccase dehalogenase dan nitrilase. fitostabilisasi merupakan proses yang
dilakukan oleh tanaman untuk
mentransformasi polutan di dalam tanah menjadi senyawa yang non toksik tanpa
menyerap terlebih dahulu polutan tersebut tetap berada di dalam tanah.
Rhizofiltrasi adalah proses penyerapan polutan oleh tanaman tetapi biasanya
konsep dasar ini berlaku apabila medium yang tercemar adalah badan perairan.
Setelah memahami penjelasan dari beberapa ahli
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa fitoremediasi adalah pemanfaatan tumbuhan
untuk mengatasi masalah-masalah lingkungan yang terkontaminasi dengan limbah
air menggunakan beberapa mekanisme kerja
fitoremediasi yang terdiri dari beberapa konsep.
B.
Pencemaran dan Limbah Cair Domestik (Detergent)
Polusi atau pencemaran adalah suatu keadaan
dimana suatu lingkungan sudah tidak alami lagi karena telah tercemar oleh
polutan. Misalnya air sungai yang tidak tercemar airnya masih murni dan alami,
tidak ada zat-zat yang berbahaya, sedangkan air sungai yang telah tercemar oleh
detergen misalnya mengandung zat kimia yang berbahaya, baik bagi organisme yang
hidup di sungai tersebut maupun bagi makhluk hidup lain yang tinggal disekitar
sungai tersebut.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari
suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimanapun masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis
limbah akan dihasilkan. Limbah cair diklasifikasikan menjadi empat kelompok,
yaitu: limbah cair domestik, limbah cair industri, rembesan dan luapan, serta
air hujan (Faishal, 2016).
Limbah cair domestik (domestic wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan dari rumah tangga,
bangunan perdagangan, perkantoran dan sarana sejenis, misalnya air detergent sisa cucian, air sabun, dan
air tinja (Faishal, 2016).
Salah satu limbah cair domestik yaitu air detergent sisa
cucian. Air detergent sisa cucian dengan skala besar dapat ditemukan pada usaha atau bisnis
laundry serta dari aktifitas
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Limbah cair domestik terbagi dalam dua
kategori yaitu limbah cair domestik yang berasal dari air cucian, seperti
sabun, detergent, minyak dan pestisida dan limbah cair domestik yang berasal dari
kakus, seperti sabun, shampo, tinja
dan air seni. Limbah cair domestik salah
satunya adalah air detergent sisa cucian. Detergent
dan sabun merupakan pembersih sintetis yang banyak digunakan karena pembersih
air saja tidak cukup untuk menghilangkan
kotoran dari pakaian maupun barang yang berminyak atau terkena pengotor organik
lainnya. Sabun memungkinkan minyak dan air untuk bercampur sehingga kotoran berminyak dapat
dihilangkan selama penuian, berarti sabun
bertindak sebagai emulsi (Ediyanto, 2012).
Detergent adalah Surfaktan anionik dengan gugus alkil (umumnya -) atau garam dari
sulfonat atau sulfat berantai panjang dari Natrium () yang berasal dari
derivat minyak nabati atau minyak bumi (fraksi parafin dan olefin), (Rahimah,
2016). Limbah deterjen yang mencemari badan air atau sumur gali umumnya berasal dari
limbah rumah tangga dan berbagai kegiatan masyarakat yang menggunakan detergent secara besar-besaran, sehingga pencemaran air bersih oleh zat ini semakin hari
semakin mengkawatirkan. Deterjen atau surfaktan sintesis merupakan zat toksik,
bersifat karsinogenik dapat menimbulkan kanker jika terakumulasi dalam jangka waktu lama di dalam tubuh, Safitri (Junaedi, 2014).
Dampak lain yang dihasilkan dari kondisi ini
adalah bau yang tidak sedap di sekitar pemukiman warga dan pemandangan yang
tidak layak. Hal ini terjadi karena warga membuat pembuangan air limbah di
sembarang tempat, biasanya disamping rumah, pinggir jalan, bahkan ada yang
didepan rumahnya sendiri. Warga melakukan itu karena memang tidak adanya lahan
yang bisa digunakan untuk menyembunyikan limbah tersebut. Cara mengatasi hal tersebut dilakukan penyuluhan untuk
mengatasi limbah rumah tangga dengan pembuatan saluran yang aman dan bermanfaat,
Arie (Junaedi, 2014).
Kondisi seperti ini juga terjadi di kota
Makassar. Desain saluran pembuangan air di kota Makassar dibuat agar dapat
mengalirkan air buangan sebanyak dan secepat mungkin ke tempat pembuangan
selanjutnya Direktorat Jenderal Pembangunan (2009) dalam (Hanafi: 2012). Tidak
ada sistem pengolahan air limbah domestik yang tersedia melainkan hanya sistem
pengolahan air limbah di daerah industri yang terlokalisasi, seperti di Kawasan
Industri Makassar yang terletak di pinggir kota. Maka dari itu, air limbah dari
industri yang terletak di antara perumahan penduduk bersama-sama dengan limbah
air domestik semuanya langsung masuk ke sistem saluran pembuangan kota tanpa
mengalami pengolahan.
Nutrien seperti nitrogen dan fosfor yang
terdapat dalam limbah tersebut, akhirnya ikut masuk ke sistem perairan. Ledakan
pertumbuhan tanaman air seperti Eceng gondok yang sering terjadi di berbagai
sistem perairan seperti di muara Sungai Tallo, Sungai Pampang, Sungai
Jeneberang dan di Danau GMTDC adalah penanda tingginya kadar nutrien di
perairan tersebut, (Hanafi, 2012). Hal ini jugalah yang menjadi salah satu
tolak ukur kami untuk melakukan pengamatan terhadap limbah cair detergent.
C.
Cara
mengatasi limbah cair
domestik (detergent)
Surfaktan yang biasa
digunakan pada detergen juga bersifat resisten terhadap dekomposisi biologis
yang dapat merugikan lingkungan. Oleh karena itu perlu cara yang tepat untuk
membuang limbah detergen tersebut seperti
1. Pastikan
anda tidak membuang limbah detergen ke sungai
2. Pastikan
anda tidak membuang limbah detergen keparit-parit kecil ini biasanya juga
menuju kesungai
3. Pastikan
anda tidak membuang limbah detergen ditanah. Karena detergen dapat membuat
kerusakan pada tanah dan bahkan dapat membunuh
mikroorganisme yang terdapat didalam tanah. Selain itu juga berpotensi
mencemari sumur-sumur yang dipakai oleh masyarakat untuk kebutuhan
sehari-harinya
4. Anda
dapat membuang limbah detergen kedalam lubang wc agar tidak mencemari
lingkungan lainnya
5. Dan
jika disekitar anda terdapat tempat khusus untuk membuang limbah hasil cucian.
Anda dpat mempergunakannya
D.
Solusi yang harus dilakukan untuk limbah
yang
sudah tercemar oleh limbah cair
domestik (detergent)
1. Cara yang paling sederhana mengatasi
pencemaran limbah detergen yang berada ditalasalapang adalah dengan menanami
selokan dengan tanaman air yang bisa mnyerap zat pencemar. Tanaman yang biasa
digunakan antara lain Jaringao Pontederia
Cordata (bunga ungu), lidi air, melati air dan lili air. Cara ini sangat
mudah, tapi hanya bisa menyerap sedikit zat pencemar dan tak bisa menyaring
lemak dan sampah hasil dapur yang ikut terbuang keselokan
2. Cara yang paling efektif yaitu dengan membuat
instalasi pengelolahan yang sering disebut dengan System Pegelolahan Air Limbah
(SPAL) caranya gampang, bahan yang dibutuhkan adalah bahan yang murah meriah
sehingga rasanya tak sulit diterapkan dirumah.
Cara kerja : air bekas cucian atau bekas mandi dialirkan keruang
penangkap sampah yang telah dilengkapi dengan saringan dibagian dasarnya.
Sampah akan tersaring dan air akan mengalir masuk keruangan dibawahnya. Jika
air mengandung pasir, pasir akan mengendap didasar ruang ini, sedangkan lapisan
minyak karena berat jenisnya lebih ringan akan mengambang diruang penangkap
lemak.
Air yang telah bebas
dari pasir, sampah dan lemak akan mengalir kepipa yang berdada di tengah-tengah
tangki resapan. Bagian bawah pipa tersebut diberi lubang sehingga air akan
keluar dari bagian bawah. Sebelum air menuju kesaluran pembuangan, air akan melewati
penyaring berupa batu koral dan batok kelapa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Deterjen atau surfaktan
sintesis merupakan zat toksik, bersifat karsinogenik dapat menimbulkan kanker
jika terakumulasi dalam jangka waktu lama di
dalam tubuh, Safitri (Junaedi, 2014).
Dampak lain yang dihasilkan dari kondisi ini
adalah bau yang tidak sedap di sekitar pemukiman warga dan pemandangan yang
tidak layak. Hal ini terjadi karena warga membuat pembuangan air limbah di
sembarang tempat, biasanya disamping rumah, pinggir jalan, bahkan ada yang
didepan rumahnya sendiri. Warga melakukan itu karena memang tidak adanya lahan
yang bisa digunakan untuk menyembunyikan limbah tersebut. Cara mengatasi hal tersebut dilakukan penyuluhan untuk
mengatasi limbah rumah tangga dengan pembuatan saluran yang aman dan bermanfaat
DAFTAR
PUSTAKA
Aini, F. N. dan
Nengah, D. K. 2013. Pengaruh Penambahan Eceng Gondok (Eichhornia
crassipes) terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Online. Jurnal Sains dan Seni Pomits. Vol. 2, No. 2. Hal116. http://www.ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/view/3740. Diakses pada 2 Mei
2017 pukul 11:27 Wita.
Argita, D. dan Sarwoko, M. Fitoremediasi
Tanah Inceptisol Trecemar Limbah Laundry dengan Tanaman Kenaf (Hibiscus
cannabinus L.). Jurnal purifikasi,Vol.16,No.1.http://purifikasi.net/index.php/purifikasi/article/view/75/0. Diakses pada 26 April
2017 pukul 13:02 Wita.
Djamin, D. 2007. Pengawasan dan Pelaksanaan Undang-undang Lingkungan Hidup Suatu
Analisis Sosila. Jakarata. Buku Obor.
Ediyanto, dkk. 2012. Efektifitas Degradasi Surfaktan dengan Bakteri Pseudomonas putida. Jurnal
Ilmiah Satya Negara Indonesia. Vol. 5, No. 1 .http://portal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/960/1/Jurnal%20Satya% 20Negara%20Indonesia%20Vo.%205%20No.1.pdf Diakses pada 19 Mei 2017
pukul 09:30 Wita.
Faishal, A. 2016. Hukum Lingkungan Pengaturan Limbah dan Paradigma Industri Hijau.
Yogyakarta. Pustaka Yustisia.
Hanafi, S. dan Jumri, P. 2012. Konsentrasi Nutrien di Saluran Pembuangan
Kota Makassar: Sebuah Survei Awal. Jurnal Sainsmet. Vol. I, No. 1. Hal 70. http://ojs.unm.ac.id/index.php/sainsmat/article/view/461. Diakses pada 28 April
2017 pukul 14:05 Wita.
Hermawati, E. dkk. 2005. Fitoremediasi Limbah Detergent Menggunakan
Kayu Apu (Pistia stratiotes L.) dan
Genjer (Limnocharis flava L.).
BioSMART. Vol 7, No 2 (hal. 117). http://biosmart.mipa.uns.ac.id/index.php/biosmart/article/viewFile/9/10. diakses pada 6 juli 2017 pukul 06:04 Wita.
Junaedi, AF dan Hasanah, U. A. 2014. Penyuluhan tantang Penanganan Limbah Rumah
Tangga. Jurnal Inovasi dan Kewirausahhaan. No. 2 Vol. 3. http://jurnal.uii.ac.id/index.php/ajie/article/view/7816/6797. Diakses pada 19 Mei 2017
pukul 11:22 Wita.
Muhajir, M. S. 2013. Penurunan Limbah Cair BOD dan COD
Pada Industri Tahu Menggunakan Tanaman Cattail
( Typha Angustifolia) dengan Sistem Constructed Wetland. Skripsi Online (Hal. 2) (http://lib.unnes.ac.id/18265/1/4350408054.pdf. Diakses pada 18 Juni
2017, pukul 05:35 Wita.
Priadie, B. 2012. Teknik
Bioremediasi Sebagi Altrenatif dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air.
Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol. 10 No. 1. Hal 39. https://www.google.com/search?tbm=bks&hl=id&q=penurunan+zat+pencemar+dalam+air#hl=id&tbm=bks&q=pern+mikroba+dalam+penurunan+zat+pencemar+dalam+air+jurnal. Diakses pada 18 Juni
2017 pukul 05:01 Wita.
Rahimah, Z. Dkk. 2016. Pengolahan Limbah Deterjen dengan Metode Koagulasi-Flokulasi
Menggunakan Koagulasi Kapur dan PAC. Volume. 5 No. 2. Hal 13. https://www.google.co.id/?gws_rd=cr&ei=GEYeWdXLCJaWvQShm5TYBA#q=jurnal+limbah+deterjen. Diakses pada 19 Mei 2017
pukul 10:57 Wita.
Razikin, R. K. 2015. Uji Tanaman Bayam (Amaratus
tricolor) dan Rumput Gajah (Pennisetum purpereum) sebagai agen Fitoremediasi
Pada Tanah Tercemar Logam Pb dan Cd. Skripsi Tidak Diterbitkan. Jember.
Universitas Jember Fakultas Pertanian.
Republik Indonesia. 2014.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014 tentang Kebijakan
Pengendalian Pencemaran Air. Sekretariat Negara : Jakarta
Rondonuwu, S. B. 2014. Fitoremediasi Limbah Merkuri Menggunakan Tanaman dan
Sistem Reaktor. Jurnal Ilmiah Sains. Vol. 14, No. 1. Hal. 52. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JIS/article/view/4951.
Diakses pada 28 April 2017 pukul 08:23 Wita.
Sitompul, D. F.dkk. 2013. Pengolahan Limbah Cair Hotel Aston Braga City Walk dengan proses
Fitoremediasi Menggunakan Tumbuhan Eceng Gondok. Jurnal
Institut Teknologi Nasional. Vol. 1 No. 2 http://jurnalonline.itenas.ac.id/index.php/lingkungan/article/view/346/396. Diakses pada 2 Mei 2017
pukul 11:09 Wita.
Simanjuntak, B. A dan Sosrodihardjo, S. 2014. Metode Penelitian Sosial. Jakarta.
Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Stefhany, C. A. dkk. 2013. Fitoremediasi Phosfat dengan Menggunakan Tumbuhan Eceng Gondok
(Eichornia crassipes) pada Limbah Cair Industri Kecil Pencucian Pakaian.
Jurnal Institut Teknologi Nasional. No. 1, Vol. 1. Hal 2 dan 10. http://ejurnal.itenas.ac.id/index.php/lingkungan/article/viewFile/137/623 Diakses pada 2 Mei 2017
pukul 07:32 Wita.
Tanzerina, N. dkk. 2013. Studi Adaptasi Anatomi Organ Vegetatif Neptunia oleraceaenLour Hasil
Seleksi Lini pada Fitoremediasi Limbah Cair Amoniak. Prosiding Seminar FMIPA Universitas Lampung. Hal 165.
http://jurnal.fmipa.unila.ac.id/index.php/semirata/article/view/603/423. Diakses pada 7 Mei
2017, Pukul 19:50 Wita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar